Hukum dan KriminalPesawaran

Ijazahnya Ditahan Pihak ‘Pondok’, Korban Dugaan Pencabulan Oknum Ustaz Diminta Uang Tebus Rp3 Juta

360
×

Ijazahnya Ditahan Pihak ‘Pondok’, Korban Dugaan Pencabulan Oknum Ustaz Diminta Uang Tebus Rp3 Juta

Sebarkan artikel ini

Bandar Lampung (LB): Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itu ungkapan yang tepat mengungkapkan nasib SP (13) siswi Kelas 7 salah satu SMP swasta di Kemiling Bandar Lampung, yang kini keluar dari sekolahnya karena trauma akibat dugaan pencabulan yang dilakukan inisial SPD, oknum ustaz di tempatnya “mondok”.

Saat ini kasus dugaan pencabulan yang sebelumnya dilaporkan ayah korban ke Polresta Bandar Lampung tersebut sudah dialihkan ke Polres Pesawaran. SP yang keluar dari sekolahnya akibat trauma, kini masuk pondok pesantren di Kabupaten Pesawaran. Namun, sayangnya hingga saat ini ijazahnya masih ditahan pengurus “pondok” di Kemiling, Bandar Lampung.

Oleh sebab itu, SP meminta pengurus “pondok” di Kemiling, Bandar Lampung agar segera mengembalikan ijazahnya karena dia akan kembali mendaftar sekolah.

“Pak ustaz tolong balikin ijazah saya sama kartu KIP, soalnya saya mau lanjut sekolah,” ujarnya memelas, saat ditemui lampungbarometer.id di rumahnya di Kabupaten Pesawaran, Minggu (4/2/2024).

Menurut ibu korban, SUM (42), ijazah anaknya ditahan pihak “pondok” saat putrinya “mondok” di sana dan sekolah di salah satu SMP swasta di Kemiling, Bandar Lampung. Kini setelah diduga mendapat perlakuan tidak senonoh dari pengasuh “pondok” berinisial SPD, putrinya enggan untuk kembali dan memilih keluar dari “pondok”. Namun, ijazahnya hingga kini masih ditahan.

Kepada lampungbarometer.id, dia mengaku sempat datang ke “pondok” bersama suami dan adiknya untuk mengambil ijazah sang anak, namun pihak “pondok” enggan memberikan dan meminta tebusan Rp 3 juta.

“Waktu itu saya menemani suami membuat laporan ke Polresta Bandar Lampung terkait dugaan pencabulan anak saya. Setelah selesai laporan, kami langsung ke “pondok” untuk mengambil ijasah dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) punya anak saya. Tapi waktu itu uminya (istri tersangka, red) yang juga kepala sekolah anak saya, bilang ijasah dan kartunya ada di sekolah. Untuk ngambil ijasah dan kartu itu, saya diminta menebus Rp 3 juta,” ujar SUM.

Selanjutnya SUM mengatakan, saat itu karena tidak memiliki uang yang diminta oleh pihak “pondok” dia bersama suami dan adiknya tidak berhasil membawa pulang ijazah sang anak.

“Katanya ijazahnya ada di sekolah dan kami harus bayar Rp 3 juta untuk nebus. Kok bisa begitu, padahal ijazah itu memang punya anak saya. Karena kami tidak punya uang, kami tidak bisa apa-apa. Jadi saya dan suami langsung pulang dan hanya bawa baju anak saya, ijazah dan KIP-nya masih ditahan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dia juga meminta bantuan agar ijazah anaknya bisa segera kembali untuk. “Kami ini cuma masyarakat kecil Pak, kami tidak punya uang segitu. Mohon bantuannya supaya ijazah anak saya bisa diambil lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Rahman, S.Pd., kepala salah satu SMP swasta di Kemiling, Bandar Lampung, tempat korban bersekolah sebelumnya, kepada lampungbarometer.id, mengaku tidak tahu menahu perihal penahanan ijazah tersebut.

“Penahanan ijazah gimana ya maksudnya?” Ucap Rahman melalui pesan WhatsApp, Senin (5/2/2024).

Rahman juga mengatakan sudah memberitahu pihak keluarga korban jika ijazah yang dimaksud tersebut tidak ada di sekolah, melainkan ada di pengurus “pondok”.

“Untuk masalah ijazah sudah kami sampaikan ke pihak keluarga, dan pihak keluarga juga sudah tahu kalau ijazah dipegang pengurus pondok, bukan di sekolah,” pungkasnya. (lb)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *