LAMPUNG SELATAN (lampungbarometer.id): Selasa sore itu sangat cerah, langit biru terang mengaca di asin laut. Sekitar Pukul 16.00 WIB, Dermaga Bom Kalianda, Lampung Selatan mulai ramai pengunjung, sebagian besar adalah keluarga yang ingin menghabiskan sore di tepi laut.
Pengunjung umumnya penduduk lokal di sekitar Kalianda, tapi ada pula yang datang dari Sidomulyo dan Kota Bandar Lampung.
Jika hari cerah, biasanya anak-anak tanpa alas kaki bermain bola disaksikan patung topeng yang senantiasa setia menjaga dermaga. Seperti pada Selasa yang cerah itu, derap kaki dan sorak ceria anak-anak bermain bola menjadi pemandangan yang tak kalah mengasyikkan dengan panorama laut Dermaga Bom Kalianda.
Dermaga Bom Kalianda memang cocok untuk menghabiskan waktu sore bersama keluarga. Selain lokasinya yang mudah dijangkau, dekat permukiman warga, juga menjadi spot foto yang instagramable dengan view laut dan perahu nelayan yang berjajar sepanjang dermaga.
Apalagi kini, di sepanjang dermaga telah berdiri warung-warung yang menjual kuliner beragam jenis. Ini bisa menjadi salah satu alasan untuk mengajak keluarga melihat laut tanpa harus menghabiskan waktu berhari-hari.
Selain itu, banyaknya penjual kuliner, pedagang mainan serta pedagang kecil lainnya, menunjukkan salah satu titik di sudut Kota Kalianda ini sangat potensial untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekaligus menjadi sumber PAD kabupaten tersebut.
Sayangnya destinasi ini masih kurang perhatian dan belum dikelola secara maksimal. Di beberapa sudut tampak masih terlihat sampah, selain itu belum cukup tersedia kotak sampah dan papan peringatan bagi pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Berdasar pantauan lampungbarometer.id, Selasa (27/10/2020) sore, di bawah langit Kalianda dan udara Gunung Rajabasa yang sejuk tampak penjual kuliner dan pedagang mainan menjajakan dagangannya.
Menurut salah satu pedagang yang mengaku bernama Nur (41), setiap sore dia berjualan bihun telor (Bilor), yaitu penganan berbahan bihun yang digulung pada sebuah bilah bambu lalu digoreng dengan telur dan digulung.
Ayah dua anak ini mengatakan biasanya mulai berjualan Pukul 15.00 hingga Pukul 20.00 WIB. Dari berjualan Bilor ini dia bisa mengantongi Rp 50 hingga Rp 150 ribu setiap harinya.
“Kalau untuk pengasilan tidak tentu mas, tergantung rame apa nggak. Kalau lagi rame ya bisa dapat Rp 150 ribu, kalau lagi sepi paling-paling bisa bawa duit Rp 50 ribu, bahkan bisa kurang,” ungkap Nur.
Sementara itu, pedagang lainnya Faisal (27) yang berjualan mainan anak-anak busa balon bisa menghabiskan 10 hingga 15 pieces. Setiap piece dijual Rp10 ribu. Pemuda asal Bandar Lampung ini juga mengaku berjualan mulai sore hingga Pukul 20.00 WIB.
“Kalau jualan biasanya sore sampai abis Isya, sekitar jam 8-an lah,” ujar Faisal.
Sementara itu, salah satu pemilik warung nasi, Irham (54) mengeluhkan belum adanya penerangan listrik. Oleh sebab itu, dia berharap Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan bisa membantu penerangan listrik.
“Kalau listrik yang kita pakai sekarang ini swadaya masyarakat. Kita berharap Pemkab Lamsel bisa membantu mencarikan solusi,” katanya.
Irham juga mengaku sejak pandemi COVID-19 usahanya sempat tutup dan nyaris kolap. “Nyaris kolaps gara-gara pandemi COVID-ini. Sekarang kita sudah mulai buka tapi belum ramai,” ungkapnya.
Dia juga mengungkapkan, jika dikelola secara maksimal Dermaga Bom Kalianda bisa meningkatkan ekonomi masyarakat sekaligus bisa menjadi salah satu sumber PAD. Namun, menurut dia pemerintah saat ini terkesan belum serius.
“Potensi pariwisata dan UMKM di Kalianda ini sebetulnya sangat besar, sayang belum dikelola maksimal dan kurang perhatian. Semoga ke depan bisa dikelola dengan lebih baik,” ucapnya. (AK/Rud)