JAKARTA (lampungbarometer.id): Direktur Jenderal Pajak telah menunjuk 10 perusahaan global yang memenuhi kriteria sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia, Jumat (7/8/2020).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan penunjukan 10 entitas ini menjadikan total
pemungut PPN produk digital luar negeri menjadi 16 perusahaan setelah penetapan
perdana dilakukan pada Juli 2020 atas enam perusahaan luar negeri.
10 pelaku usaha yang telah menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN pada gelombang kedua ini adalah:
• Facebook Ireland Ltd.
• Facebook Payments International Ltd.
• Facebook Technologies International Ltd.
• Amazon.com Services LLC
• Audible, Inc.
• Alexa Internet
• Audible Ltd.
• Apple Distribution International Ltd.
• Tiktok Pte. Ltd.
• The Walt Disney Company (Southeast
Asia) Pte. Ltd.
“Dengan penunjukan ini maka sejak 1 September 2020 ke-10 pelaku usaha tersebut akan mulai memungut PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia,” ujar Hestu.
Lebih lanjut Hestu menyampaikan jumlah PPN yang harus dibayar pelanggan adalah 10 persen dari harga sebelum pajak, dan harus dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN.
DJP terus mengidentifikasi dan aktif menjalin komunikasi dengan sejumlah perusahaan lain yang menjual produk digital luar negeri ke Indonesia untuk melakukan sosialisasi dan mengetahui kesiapan mereka sehingga diharapkan jumlah pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital akan terus bertambah.
Menurut Hestu, DJP mengapresiasi langkah langkah proaktif yang diambil sejumlah perusahaan yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN.
“DJP berharap seluruh perusahaan yang telah memenuhi kriteria, termasuk penjualan Rp600 juta setahun atau Rp50 juta per bulan, agar dapat mengambil inisiatif dan menginformasikan kepada DJP supaya proses persiapan penunjukan termasuk sosialisasi secara
one-on-one dapat segera dilaksanakan,” katanya.
Tujuan penunjukan pemungut PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri, ujar Hestu, bukan jenis pajak baru karena telah lama diatur dalam UU PPN namun kurang efektif karena hanya mengandalkan pemungutan dan penyetoran sendiri oleh pembeli/konsumen yang sifatnya retail dan masif dalam ekonomi digital saat ini.
“Untuk meningkatkan efektivitas dan kesederhanaan maka pemerintah mengubah mekanisme pemungutan PPN tersebut menjadi dipungut penjual produk digital luar negeri,” ucapnya.
Hestu menjelaskan pemungutan PPN ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha, khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital.
Pengkreditan pajak masukan PPN yang dibayarkan kepada pelaku usaha luar negeri atas pembelian barang atau jasa yang
digunakan dalam kegiatan usaha dapat diklaim sebagai pajak masukan oleh pengusaha kena pajak.
“Untuk dapat mengkreditkan pajak masukan, pengusaha kena pajak selaku pembeli harus memberitahukan nama dan NPWP kepada penjual untuk dicantumkan pada bukti pungut PPN agar memenuhi syarat sebagai dokumen yang disamakan dengan faktur pajak.”
Dia menambahkan, apabila bukti pungut belum mencantumkan informasi nama dan NPWP pembeli, pajak masukan tetap dapat dikreditkan sepanjang bukti pungut mencantumkan alamat email pembeli yang terdaftar sebagai alamat email pengusaha kena pajak pada sistem informasi DJP.
“Atau terdapat dokumen yang menunjukkan akun pembeli pada sistem elektronik penjual memuat nama dan NPWP pembeli, atau alamat email sebagaimana dimaksud di atas,” ujarnya.
Informasi lebih lanjut terkait PPN produk digital luar negeri, termasuk daftar pemungut dapat dilihat
di https://www.pajak.go.id/id/pajakdigital atau https://pajak.go.id/en/digitaltax (bahasa Inggris). (Red)
#PajakKitaUntukKita