Bandar Lampung (LB): Data terbaru menunjukkan Lampung menduduki peringkat keenam di Indonesia jumlah kasus penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan bahan/zat adiktif (Narkoba).
Hal ini terungkap dalam dialog interaktif yang digelar Anggota DPD RI Dapil Lampung Ir. Abdul Hakim, M.M. bersama Badan Narkotika Nasional (BNN), Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT), dan KIPAN (Kader Inti Pemuda Anti Narkoba) Provinsi Lampung sebagai bagian upaya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) di Provinsi Lampung, di Kantor Sekretariat DPD RI Provinsi Lampung, Rabu (27/9/2023).
Abdul Hakim yang kini menjabat Wakil Ketua Komite III DPD RI menyampaikan serap aspirasi untuk penanganan P4GN di Provinsi Lampung ini penting dan strategis karena berdasarkan data yang ada, Lampung sudah berada dalam kondisi merah, salah satu provinsi dengan tingkat kasus penyalahgunaan Narkoba yang cukup tinggi di Indonesia.
“Lampung darurat narkoba, dengan jumlah pengguna yang terus mengalami peningkatan. Oleh karena itu, langkah-langkah tegas dan kerja sama antar lembaga sangat penting dalam upaya mengatasi masalah ini,” ucap Abdul Hakim.
Ia juga menyampaikan komitmen DPD RI dalam mendukung langkah-langkah konkret untuk melindungi generasi muda dari bahaya narkoba dan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat dalam mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba.
Melalui dialog ini diharapkan akan menghasilkan rekomendasi dan langkah-langkah strategis dan konkrit dalam upaya penanganan P4GN secara kongkrit di Provinsi Lampung.
Semua pihak yang hadir dalam dialog berharap sinergisitas, kerja sama dan kolaborasi antar seluruh stakeholder yang solid bisa menjadi tonggak penting dalam upaya bersama menjadikan Lampung lebih aman dan bebas dari ancaman narkoba.
Mewakili Kepala BNN Lampung, Edy Marjoni, S.A.P. menyampaikan informasi terkait jumlah orang yang menjadi korban/pengguna narkoba di Lampung hingga 2023 lebih 31 ribu orang. Jumlah yang sangat besar dan memprihatinkan. Perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan seluruh pihak terkait.
“Dalam kondisi demikian, kemampuan BNN untuk melakukan rehabilitasi bagi para pengguna/pecandu Narkotika ternyata masih sangat terbatas. Dalam setahun, kemampuan BNN Provinsi Lampung untuk melakukan rehabilitasi tak lebih dari seribu orang. Sementara yang mengantri untuk direhabilitasi baik atas kesadaran sendiri maupun permintaan dari stakeholder lain, jumlahnya mendekati 2.000-an,” ungkap Edy.
Dengan demikian, ujarnya, kalau tidak ada pengguna atau korban baru maka perlu waktu puluhan tahun untuk mengatasinya. Kondisi yang sungguh sangat dilematis bagi BNN.
Keterbatasan kemampuan BNN untuk melakukan rehabilitasi bagi para korban/pengguna narkoba disebabkan oleh keterbatasan tempat, sarana dan prasarana rehabilitasi yang layak dengan biaya murah, juga karena anggaran yang sangat terbatas.
Dia juga mengatakan persoalan lain terkait rehabilitasi pengguna/korban ini adalah masih kentalnya stigma negatif bagi para pengguna narkoba, para pengguna takut melapor untuk direhabilitasi dikarenakan takut dipidana, juga masih terbatasnya edukasi dan informasi terkait pelayanan rehabilitasi bagi para korban/pengguna maupun masyarakat.
Berdasarkan data, korban/pengguna narkoba sebagian besar menyasar kelompok usia produktif, dan paling dominan adalah kaum muda milenial. Dari populasi yang ada, sebanyak 23,41% penduduk kita berada pada usia 10 sampai 24 tahun, usia yang sangat rawan menjadi sasaran pemasaran dan peredaran narkoba.
“Padahal kita semua tahu dan menyadari, mereka mereka inilah yang akan kita proyeksikan menjadi pemimpin masa depan. Oleh karenanya, kita menyadari betul betapa pentingnya memprotek/melindungi pemuda-pemuda Lampung agar tidak menjadi korban dari penyalahgunaan narkoba,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua GRANAT Provinsi Lampung Prof. Dr, Novita Tresiana, M.Si. menyampaikan 3 kegagalan pemerintah versi GRANAT dalam penanganan P4GN yaitu gagal mencegah masuknya narkoba ke Indonesia, gagal mencegah peredaran narkoba yang masuk ke Indonesia, dan gagal melakukan rehabilitasi bagi korban/pengguna narkoba.
Hal ini jika direplikasi dalam kontek provinsi Lampung, maka pemerintah daerah juga gagal mencegah masuknya narkoba ke wilayah Lampung, gagal mencegah peredaran narkoba yang masuk ke wilayah Lampung dan gagal melakukan rehabilitasi bagi korban/pengguna yang ada di Provinsi Lampung.
Selanjutnya Wakil Ketua GRANAT juga menyoroti masih rendahnya komitmen pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota terhadap pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba. Ini bisa dilihat dari belum optimalnya pemerintah daerah melakukan tindak lanjut atas Inpres Nomor 2/2020 tentang Rencana Aksi Nasional tentang P4GN Tahun 2020-2024.
Dari 15 kabupaten/kota di provinsi Lampung, yang memiliki perda terkait pemberantasan narkoba baru 4, 6 dalam bentuk perbup, sisanya belum ada kejelasan. Beberapa amanah penting terkait Inpres 20/2020 seperti pembentukan Satuan Tugas (Satgas) yang GRANAT terus dorong untuk bisa dibentuk ditingkat OPD, di satuan pendidikan sampai perguruan tinggi, hingga hari ini belum bisa terwujud.
GRANAT Lampung juga mendorong adanya muatan materi Pendidikan Anti Narkoba sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal (mulok), mengingat isu P4GN selain merupakan isu global, nasional juga isu regional dan lokal dengan wilayah sebaran (pasar) bukan lagi personal dan kelompok, namun pasarnya adalah lintas generasi dan akan sangat mengancam bonus demografi 2045.
Sayangnya jika dilihat dari kebijakan anggaran yang ada, relatif sangat minim dan diskriminatif.
Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan komitmen dan perhatian pemerintah terhadap pandemi Covid 19. Padahal kita tahu, penyalahgunaan narkoba ini juga sangat berbahaya, bersifat laten, dengan jumlah korban yang makin berlipat dari tahun ke tahun.
Melihat realitas ini, BNN, GRANAT dan KIPAN serta juga diamini Senator Lampung Abdul Hakim, berharap bisa mengurai persoalan penyalahgunaan narkoba yang ada di Provinsi Lampung dan secepatnya Lampung Bebas Narkoba.
Oleh sebab itu, diperlukan tindakan nyata, konkret dan strategis di antaranya:
1) pemerintah provinsi, kabupaten/kota memiliki komitmen yang tegas dan jelas dalam melaksanakan regulasi terkait pemberantasan penyalahgunaan narkoba, baik yang berupa Inpres No. 2 Tahun 2020, Permendagri 12 Tahun 2009 maupun Permendikbud No. 79 Tahun 2014;
2) menjalankan perda, pergub, perbup/perwali tentang pemberantasan narkoba yang sudah ada, dan secepatnya membuat perda atau perbup, perwali bagi yang belum ada;
3) melakukan edukasi dan sosialisasi secara masif kepada masyarakat di semua kelompok sasaran tentang bahaya penyalahgunaan narkoba dan dampak buruk bagi para korban/penggunanya;
4) segera dibentuk Satgas P4GN disemua tingkatan baik pada level provinsi, kab/kota, hingga tingkat desa, termasuk didalamnya OPD, satuan pendidikan dan pondok pesantren;
5) pemerintah daerah menyiapkan anggaran dengan jumlah yang cukup memadai untuk mendukung penangganan P4GN ini bisa lebih cepat dilakukan, baik untuk kepentingan rehabilitasi maupun edukasi kepada masyarakat;
6) sinergitas, kolaborasi dan kerjasama antar seluruh pihak yang kompeten dalam penanganan P4GN perlu terus ditingkatkan dan diefektifkan;
7) kepada pimpinan tertinggi negara, dalam hal ini Presiden diminta untuk secara tegas dan keras menyatakan Perang Terhadap Narkoba, dan kepada aparat penegak hukum diminta bertindak tegas dan tanpa kompromi untuk melakukan tindakan hukum sekeras kerasnya kepada para bandar dan mafia narkoba.
Para peserta dialog dan stakeholder terkait optimis, jika rencana aksi dan tindakan tegas ini bisa dijalankan, pemberantasan dan peredaran gelap narkoba bisa diatasi dan kita punya harapan bahwa Lampung ke depan bisa bersih dari narkoba. (Givan)