Bandar lampung (LB): Dicegat dan dikepung puluhan “Mata Elang” (debt collector”, di Jalan Tamin Lebak Budi, Pausi Sanusi (48), tukang ojek pangkalan, warga Jalan Dr. Warsito Kupang Kota, Kota Bandar Lampung terpaksa menyerahkan sepeda motornya, Jumat (30/12/2022).
Ditemui lampungbarometer.id, tukang ojek yang biasa mangkal di Gg. Semeru seputaran TPU Teluk Betung ini, menceritakan peristiwa pencegatan dan pengepungan oleh para debt collector terjadi di Jalan Tamin, Lebak Budi, Kecamatan Tanjung Karang Barat, tepatnya di pertigaan Jalan Imam Bonjol (jalan menurun menuju Pasar Induk Tamin, red).
Ayah enam anak ini mengatakan pencegatan oleh sekitar 10 orang kawanan Mata Elang tersebut berawal ketika dia pulang usai mengantar penumpang ke Kemiling.
“Jadi kemarin, hari Jumat (30/12/2022), sekitar Pukul 10.00 WIB saya berniat kembali ke pangkalan usai mengantar penumpang ke Kemiling. Namun, sesampainya di Lebak Budi turunan ke Pasar Tamin saya dicegat sekitar 10 orang yang mengendarai sepeda motor. Karena dipepet dan diminta berhenti, saya pun berhenti,” beber Pausi.
“Ada empat atau lima kendaraan motor lain yang juga ikut berhenti dan mengepung motor saya. Kami sempat cekcok dan hampir ribut, tapi jumlah mereka terlalu banyak. Kemudian mereka ngambil kontak motor saya,” kata Pausi.
Menurut Pausi sempat terjadi cekcok karena dia kukuh mempertahankan motor miliknya. “Salah satu bilang, Bapak nggak usah teriak atau menjerit, kami ini mau bantu Bapak terkait permasalahan tunggakan motor Bapak,” ujar Pausi menirukan ucapan si mata elang.
Selanjutnya, dia dipaksa untuk mengikuti dan diarahkan ke kantor salah satu perusahaan pembiayaan (leasing) di bilangan Enggal Bandar Lampung. Di kantor leasing tersebut, di bawah tekanan dan intimidasi dia akhirnya terpaksa menandatangani surat pernyataan menyerahkan sepeda motor miliknya secara sukarela.
“Awalnya saya nggak mau tanda tangan, tapi meraka maksa dan bohongin saya, kata meraka itu bukan surat penarikan melainkan surat pernyataan belum bisa bayar angsuran,” ungkap Pausi.
“Tapi setelah saya tanda tangan mereka ambil STNK saya terus saya disuruh pulang naik ojek,” ujarnya.
Lebih lanjut Pausi menceritakan, motor tersebut memang dia jadikan jaminan atas pinjaman uang Rp 10.000.000 dengan tenor 24 kali cicilan. Dan untuk jumlah pinjaman tersebut dia sudah mencicil 16 kali dengan cicilan setiap bulan Rp652.000.
“Saya sudah 16 kali nyicil Bang, tinggal 8 kali lagi. Saya tetap akan menyelesaikan, tapi saat ini saya belum bisa karena terkendala usaha saya bangkrut. Sekarang motor itulah satu-satunya penopang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan ngojek. Sekarang motor itu sudah diambil,” ujar Pausi kecewa.
Menanggapi peristiwa ini, Ketua Bidang Hukum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Pesawaran, Thamaroni Usman, S.H., M.H. mengatakan tindakan leasing melalui debt collector yang mengambil secara paksa kendaraan di rumah atau di jalan adalah tindakan kriminal.
“Ini perbuatan kriminal. Dalam Pasal 368, Pasal 365 KUHP ayat 2, 3 dan juncto Pasal 335 yang berbunyi, “Tindakan leasing oleh Debt Collector/Mata Elang yang mengambil secara paksa kendaraan di rumah, merupakan tindak pidana pencurian. Jika pengambilan dilakukan di jalan, merupakan pidana perampasan,” katanya.
Thamaroni juga menjelaskan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 57/PUU-XIX/2021 perusahaan leasing tidak bisa mengambil paksa kendaraan bila debitur keberatan dan melakukan perlawanan.
“MK telah memberik alternatif pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia apabila berkenaan dengan cedera janji oleh pemberi hak fidusia (debitur) terhadap kreditur masih belum diakui oleh debitur adanya cedera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela benda yang menjadi objek dalam perjanjian fidusia.
Jika hal seperti ini terjadi, maka penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri secara paksa, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri. Peraturannya seperti itu,” pungkas Thamaroni. (Yadi/Uud)