Jakarta (LB): Rapat Paripurna DPR RI yang digelar di Gedung Nusantara II MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024), mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi undang-undang.
Dengan disahkannya Undang-Undang KIA ini maka seorang ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling singkat 3 bulan pertama dan bisa bertambah paling lama tiga bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus berdasar keterangan dokter.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Fraksi PDIP Diah Pitaloka menyampaikan laporan pembahasan atas RUU KIA di komisinya.
“Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase seribu hari pertama kehidupan terdiri dari 9 bab, 46 pasal, yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan serta partisipasi masyarakat,” ujar Diah.
Setelah itu Puan kemudian menanyakan persetujuan pengesahan RUU KIA kepada anggota Dewan dalam rapat paripurna.
“Sidang Dewan yang kami hormati, selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota Dewan, apakah RUU KIA pada fase seribu hari pertama kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan, dijawab setuju oleh anggota Dewan yang hadir.
Dari sembilan fraksi di DPR, delapan fraksi menyetujui pengesahan RUU tersebut, dan satu fraksi, yakni Fraksi PKS menyatakan setuju dengan catatan.
Ketua DPR Puan Maharani lalu mengetok palu pengesahan, yang berarti RUU KIA kini resmi menjadi Undang-Undang KIA.
Diinformasikan, RUU KIA disepakati dalam Rapat Pleno Komisi VIII DPR bersama pemerintah yang diwakili Menteri PPA, Mensos, Menkumham, Mendagri, Menkes, dan Menaker. Pengambilan keputusan tingkat I RUU tersebut digelar pada 25 Maret 2024. Sebelumnya, RUU KIA telah disepakati menjadi RUU usul inisiatif sejak 30 Juni 2022.
Berdasarkan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) ini maka ibu berhak mendapat cuti melahirkan paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus.
Hal itu diatur dalam Pasal 4 Ayat 3 UU KIA. Pasal itu berbunyi:
Ayat (3)
Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan:
a. cuti melahirkan dengan ketentuan:
1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan
2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Sementara itu, Ayat 4 mengatur cuti melahirkan itu wajib diberikan oleh pemberi kerja.
UU itu juga mengatur seorang ibu yang sedang cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya, termasuk mendapat upah penuh untuk 3 bulan pertama.
Pasal 5
(1) Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(2) Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a berhak mendapatkan upah:
a. secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama;
b. secara penuh untuk bulan keempat; dan
c. 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam. (AK)