MAGELANG (lampungbarometer.id):
Sastrawan yang juga suami aktris senior Nani Wijaya meninggal di Rumah Sakit Tidar Magelang pada Rabu (29/7/2020) Pukul 22.30 WIB di usia 82 tahun dan dimakamkan di samping makam istrinya, Patimah pada Kamis (30/7/2020).
Para pelayat mengantarkan hingga makam yang persis berada di samping timur rumahnya yang dijadikan makam keluarga. Di lokasi makam tersebut, baru ada satu makam, yakni istri pertama Ajip Rosidi, Patimah.
Ajip Rosidi dimakamkan di samping kanan istrinya Patimah yang meninggal pada 14 Oktober 2014. Sejumlah seniman hadir melayat di rumah duka Dusun Pabelan 1, Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Salah satu puteri Ajip Rosidi, Titis Nitiswari mengatakan, alasan dimakamkan di Pabelan karena tinggalnya di sini. Kemudian, setelah ayahnya pulang dari Jepang memutuskan tinggal di Pabelan.
“Kan tinggal di sini. Jadi waktu bapak pulang dari Jepang itu, dia (bapak) memutuskan untuk tinggal di Pabelan. Makanya, dia bikin perpustakaan dulu,” ujar Titis saat ditemui di rumah duka, Kamis (30/7/2020).
Salah satu pelayat, Erry Riyana Hardjapamekas menyebutkan, Ajip Rosidi merupakan orang besar dan orang baik. Selain itu, Ajip merupakan orang yang cinta bukan hanya bahasa dan sastra, namun cinta pada kemajuan bangsa.
“Buat saya Pak Ajip orang besar, orang baik. Orang yang cinta, bukan hanya bahasa dan sastra, tapi beliau juga cinta pada kemajuan bangsa, kemajuan negara. Sangat peduli pada kelangsungan atau kelestarian bahasa daerah. Dengan itulah maka beliau mendirikan Yayasan Rancage dan saya terlibat sejak kurang lebih 25 tahun bersama Pak Ajip Rosidi,” ujarnya.
Sepanjang hidupnya, Ajip mendedikasikan diri untuk pengembangan dunia literasi dan sastra Indonesia. Sumbangsih Ajip pada dunia sastra Indonesia terutama untuk puisi yang mengangkat nilai lokalitas.
Guru besar FIB Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Faruk mengamini peran Ajip pada dunia sastra Indonesia. Baginya Ajip termasuk dalam corong dunia puisi, terutama pada corak puisi Ajip yang mengedepankan unsur kedaerahan.
“Mas Ajip tidak banyak menulis puisi. Namun, ia termasuk corong dari gerakan perpuisian yang menengok kepada lokalitas atau yang ia namakan sebagai kedaerahan,” kata Faruk. (det/red).