WAY LIMA, PESAWARAN (lampungbarometer.id): Yuningsih (54), penjual pecel, warga Dusun Cidadi Timur, Desa Cipadang, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, penderita maag kronis dan batu empedu berharap Pemerintah Kabupaten Pesawaran bisa memberikan perhatian kepada dirinya dan keluarga. Harapan itu disampaikannya saat KO-WAPPI berkunjung ke rumahnya yang sederhana di Dusun Cidadi Timur No. 39, Jumat (29/11/2019). Ibu enam anak ini juga mengaku baru menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung akibat penyakit yang dideritanya dengan biaya bantuan BPJS Kesehatan. “Sebelum dioperasi di RSUAM saya sempat dirawat beberapa hari di RSUD Pesawaran. Setelah itu saya dirujuk ke RSUAM untuk menjalani operasi pada Hari Senin, 25 November lalu,” katanya kepada lampungbarometer.id. Dia mengaku sejak sakit dia tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa. “Saya baru selesai dioperasi, jadi sekarang belum bisa beraktivitas beraktivitas seperti biasa. Perut saya sakit, untuk jalan saja saya susah jadi nggak bisa ngapa-ngapain,” kata Yuningsih sambil menunjukkan bagian yang dioperasi dengan berurai air mata. Dengan terbata-bata dia menceritakan ketika masih sehat dia berjualan pecel di depan rumahnya untuk membantu suaminya mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, sejak menderita sakit setengah tahun terakhir, dia tidak bisa beraktivitas apapun. Untuk makan sehari-hari, kata dia, keluarganya hanya mengandalkan beras Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari pemerintah. “Saya sekarang tidak bisa bekerja, suami saya kerja serabutan. Kalau dulu saya masih bisa bantu-bantu dengan jualan pecel depan rumah. Sekarang saya sakit, tidak bisa ngapa-ngapain. Untuk makan sehari-hari kami mengandalkan Sembako bantuan dengan lauk seadanya,” kata wanita paro baya ini memelas. Yang lebih menyedihkan lagi, Yuningsih mengaku sejak dulu belum pernah menerima bantuan dari pemerintah selain BPNT, baik Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan lain-lain. “Mohon maaf sebelumnya saya tidak bermaksud menjelekkan siapapun; RT, Kadus atau Kades. Sejak dulu saya tidak pernah dapat bantuan apapun. Rumah mau roboh aja, nggak ada yang bantu. Padahal saya sering diminta mengumpulkan foto kopi Kartu Keluarga (KK). Mungkin di balai desa itu sudah penuh KK saya,” beber Yuningsih sambil berderai air mata. “Selain bantuan Sembako ini (BPNT, red), saya tidak pernah dapat bantuan,” katanya saat ditanya terkait bantuan pemerintah yang pernah diterima. Lebih tragis lagi, dia juga menyampaikan selain dirinya, Ibunya Kartinem yang berusia lebih 70 tahun juga tidak pernah dapat bantuan. “Bukan cuma saya, ibu saya juga nggak pernah dapat bantuan. Kalau ibu saya bantuan Sembako aja dia nggak pernah dapet. Sehari-hari dia mengandalkan uang pensiun dari PTP Rp 120 ribu sebulan,” katanya. “Mudah-mudahan pemerintah bersedia memberi bantuan,” harapnya tersedu. Pada kesempatan yang sama, salah satu anak Suherman (19), menjelaskan ibunya kini tidak bisa melakukan aktivitas dan hanya bisa duduk. “Setelah operasi, ibu saya sudah bisa duduk dan jalan walaupun agak susah, sebelumnya dia hanya terbaring di tempat tidur. Jadi setiap hari sejak operasi kegiatan ibu saya hanya duduk-duduk saja. Waktu operasi kemarin ada empat buah butiran seperti pasir dikeluarkan dari empedu ibu saya, ukurannya masing-masing 0,9 Cm,” ujar pemuda yang mengaku baru pulang merantau di Pulau Jawa. Lebih lanjut dia menjelaskan kondisinya ibunya sangat lemah karena harus mengurangi konsumsi air putih dan minyak. “Berdasarkan anjuran dokter, ibu saya harus ngurangin mengonsumsi air putih dan minyak-minyak, yang dianjurkan ikan dan yang amis-amis. Ibu saya baru dua hari ini bisa berjalan,” ujar Herman menjelaskan.