Lampung Timur (LB): Kasus perundungan (bullying) di SMPN 3 Batanghari, Lampung Timur selesai secara damai dengan dimediasi Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Provinsi Lampung.
Perdamaian dilakukan di Ruang Kepala SMPN 3 Batanghari, Jumat (1/3/2024) dengan dihadiri Ketua FGII Provinsi Lampung Anton Kurniawan, Kepala SMPN 3 Batanghari Febrika Antrisia, S.Pd. didampingi guru bimbingan konseling dan wali kelas, Ketua Komite SMPN 3 Batanghari Jono, dan orang tua siswa korban bullying.
Dalam pertemuan ini orang tua korban yang sebelumnya akan melaporkan kasus perundungan anaknya ke polisi, akhir sepakat damai dengan keluarga dan para pelaku setelah pihak sekolah menjamin keamanan dan kenyamanan korban selama berada di sekolah.
Kepala SMPN 3 Batanghari Febrika Antrisia mengatakan sengaja mengundang berbagai pihak dalam pertemuan ini dengan tujuan kasus bullying yang sebelumnya sempat berlarut segera selesai.
“Alhamdulillah kasus ini sudah benar-benar clear, terima kasih kepada FGII Provinsi Lampung yang telah berkenan mendampingi sehingga kasus ini langsung selesai,” ujar Febrika.
Dia juga menjelaskan sesungguhnya pihak sekolah telah berupaya keras melakukan upaya-upaya perdamaian dan penyelesaian kasus bullying ini. Namun, karena ada beberapa hal menyebabkan perdamaian pelaku dan korban tersendat.
“Kita sudah melakukan berbagai upaya. Alhamdulillah tidak ada yang sia-sia. Hari ini permasalahan selesai,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua FGII Provinsi Lampung yang turun langsung didampingi keluarga korban; Marles Aritonang, S.Pd dan R.A. Vanzona serta ayah korban, Medi, memediasi perdamaian ini, mengapresiasi Kepala SMPN 3 Batanghari yang memberi jaminan kenyamanan dan keamanan untuk korban selama berada di sekolah.
Meskipun demikian, dia mengatakan statemen kepala sekolah ini perlu didukung seluruh warga sekolah; guru, siswa, dan para orang tua siswa.
“Alhamdulillah kasusnya berakhir damai. Kita perlu memberikan apresiasi kepada pihak sekolah yang telah mengambil langkah tegas dengan memberikan jaminan kenyamanan dan keamanan kepada korban,” ucap Anton.
“Saat ini kasus bullying sedang marak terjadi di sekolah, kita berharap SMPN 3 Batanghari bisa komitmen untuk melakukan langkah pencegahan, salah satunya dengan memberi sanksi tegas kepada pelaku bullying, karena kasus ini sangat serius karena bisa berakibat fatal bagi korban,” ungkapnya.
Selanjutnya Anton juga mengatakan penanganan dan pencegahan kasus bullying bukan hanya tugas sekolah, melainkan tugas seluruh masyarakat.
“Kita tidak boleh menyerahkan penanganan kasus ini hanya kepada sekolah. Orang tua, pemerintah, polisi, lembaga masyarakat, dan pers juga harus dilibatkan sehingga kasus-kasus perundungan ini tidak lagi terjadi,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan seorang siswa kelas VII SMPN 3 Batanghari, Lampung Timur berinisial EDP (12) mengaku di-bully kakak kelas dengan diikat kabel tangan dan lehernya, selain itu dia juga mengaku mendapat ancaman sehingga mentalnya terganggu dan merasa tidak nyaman saat belajar di sekolah.
Saat ditemui di rumahnya di Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur pada Rabu (28/2/2024), kepada Media lampungbarometer.id, EDP yang didampingi kedua orang tuanya, menceritakan peristiwa bullying yang dialaminya terjadi di sekolah pada Rabu, 7 Februari 2024 lalu.
“Waktu itu saya habis buang sampah disuruh guru. Setelah membuang sampah itu, saya masuk ke ruangan yang sudah tidak dipakai, pintunya juga sudah dimatikan. Saat saya duduk di ruangan itu, datang dua orang kakak kelas saya kelas IX namanya R dan G. Nggak ngomong, nggak apa tau-tau saya diiket,” cerita EDP.
Saat itu ayah korban menyampaikan akan membawa kasus ini ke ranah hukum. (Vanz/Che Aritonang)