BANDAR LAMPUNG (lampungbarometer.id): Seniman dan pelaku seni di Lampung; penyair, teaterwan, pemusik, cerpenis, novelis dan pelukis sepakat dan bersatu menyuarakan kritik atas kinerja Taman Budaya Lampung yang dianggap kurang peduli terhadap proses kreatif dan perkembangan kesenian di Lampung.
Menanggapi seruan boikot yang disampaikan tokoh seni dan budayawan Ari Pahala Hutabarat (APH) pada Kamis (25/11/2021), para seniman mengaku mendukung seruan tersebut dan meminta Taman Budaya Lampung introsfeksi.
Penyair Lampung yang juga tokoh seni asal Lampung Utara, Thamrin Effendi, mengatakan kritikan yang disampaikan para pelaku seni terhadap Taman Budaya Lampung wajib menjadi perhatian sekaligus bahan refleksi.
“Seharusnya ini menjadi bahan refleksi bagi Taman Budaya Lampung. Jika memang ada yang salah, ya diperbaiki,” kata Thamrin kepada lampungbarometer.id, Jumat (26/11/2021) malam.
Dia juga menyoroti tujuan pembangunan Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung. Hal ini, menurut Thamrin, sangat penting menjadi bahan evaluasi.
“Pertanyaan untuk apa dan untuk siapa Gedung Teater ini dibangun? Sangat penting untuk dijawab. Kalau tujuannya memang untuk pengembangan budaya, seharusnya mereka senang jika ada yang pentas, tentu saja kalau bisa ya gratis, terutama untuk pelajar atau mahasiswa,” ujarnya.
“Kalau ada oknum yang bermain-main dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi atau keuntungan tertentu, harus disanksi tegas,” katanya.
Seniman Lampung lainnya, Edy Samudera Kertagama, menyuarakan hal senada. Menurut Edy, Taman Budaya Lampung harus mawas diri sehingga sanggup menjalankan tugas dan tanggung jawabnya memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat, khususnya seniman.
Menurut Edy, seniman adalah orang-orang yang sudah terbiasa bekerja tanpa mengharap imbalan. Seorang seniman, kata Edy, merasa dihargai ketika proses kreatif dan hasil karyanya dihargai.
“Taman Budaya Lampung seharusnya mawas diri. Selama ini para seniman di Lampung telah turut bekerja keras membangun Lampung melalui kerja-kerja budaya dan kesenian. Nah, seharusnya ini didukung bukan malah diberatkan. Bayangkan jika di Lampung tidak ada karya-karya kesenian,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ujar Edy, memang sudah seharusnya Taman Budaya Lampung menggratiskan biaya gedung pementasan. Tujuannya adalah agar Lampung lebih hidup dan berkembang.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Metro (DKM) Muadin Efuari menilai selama ini kegiatan yang dilaksanakan Taman Budaya Lampung kurang terdengar dan belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat, khususnya di kalangan seniman. Menurut dia, banyak hal yang menjadi penyebab, salah satunya adalah kurang dilibatkannya para seniman.
Selain itu dia juga mengatakan sudah saatnya Taman Budaya Lampung menggagas dan menjadwalkan even-even berlevel nasional dan internasional, even berkelas yang digarap dengan serius. Hal itu, menurut Muadin, karena di Lampung ada komunitas teater yang levelnya nasional dan internasional.
“Untuk teater, Lampung punya dua komunitas teater tingkat nasional dan internasional. Kita tahu KoBer sudah pentas melanglang buana keliling Nusantara dan menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia. Belum lagi Teater Satu, yang bahkan sudah pentas di Jerman, Jepang dan Australia. Jadi memang sudah seharusnya Taman Budaya Lampung punya even kelas dunia yang digarap serius secara bersama,” ucap Ketua Dewan Kesenian Metro ini.
Terkait kritik dan protes dari para seniman terhadap Taman Budaya Lampung, dia menilai perlu adanya audit kinerja bagi Taman Budaya Lampung.
“Mungkin perlu ada audit kinerja sehingga bisa diketahui persoalannya apa,” pungkasnya. (Her)