Lampung Selatan

Ketua Forum Wartawan Sindir Ormas yang ‘Blow Up’ Berita Keterlibatan Nanang dalam Kasus Korupsi PUPR Lamsel

24
×

Ketua Forum Wartawan Sindir Ormas yang ‘Blow Up’ Berita Keterlibatan Nanang dalam Kasus Korupsi PUPR Lamsel

Sebarkan artikel ini

LAMPUNG SELATAN (lampungbarometer.id): Ketua Forum Komunikasi Wartawan Lampung Selatan (Fokwal), Newton A. sindir oknum dengan embel-embel aktivis berbalut organisasi kemasyarakatan (Ormas), namun berkiprah hanya sebatas ‘pesanan’ pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan pribadi.

Mantan aktivis ’98 ini menilai blow-up berita di sejumlah media online oleh pihak-pihak yang mengaku tokoh pemuda hanya sebuah manuver politik penggiringan opini publik. Manuver tersebut mengambil tema yang berkaitan dengan  proses hukum kasus suap proyek infrastruktur di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018 silam.

“Yang menjadi pertanyaan kami yang dari anak daerah ini adalah bahwa dari sekian banyak bahkan ratusan kasus korupsi di Indonesia, mengapa kawan-kawan dari SDR (Study Demokrasi Rakyat, red) sibuk cawe-cawe ke KPK hanya untuk menanggapi perkembangan kasus hukum di Lampung Selatan padahal tak terhitung lagi jumlah penanganannya oleh lembaga anti rasuah tersebut. Ini sudah jelas aroma-aroma  tendensinya,” ujar Newton, Selasa (24/8/ 2021).

Meskipun demikian, dia mengakui tidak ada yang salah dengan manuver tersebut, hanya saja, menurut dia, idealnya laporan ke KPK tersebut dilakukan dengan cara objektif dan komprehensif.

“Hendaknya masyarakat disajikan informasi yang benar. Jangan belum apa-apa terkesan sudah penggiringan ke salah satu nama. KPK itu bukan lembaga ecek-ecek yang bisa diintervensi, bisa digertak-gertak. Isinya orang-orang pilihan dengan berbagai macam latar belakang. Jangan terkesan ‘ngajarin buaya berenang’ sehingga jadinya seperti dagelan,” tandas Newton.

Menurut Newton, poin utama yang dipermasalahkan SDR adalah terkait aliran dana hasil suap tersebut dari Bupati Lampung Selatan saat itu, Zainuddin Hasan yang diterima Wakil Bupati Nanang Ermanto yang jumlahnya sekitar Rp. 950 juta secara beberapa tahap.

Masalah terkait penerimaan aliran dana, itu sebenarnya bukan barang baru karena telah terungkap dan menjadi fakta pada  persidangan Jilid I Tahun 2018 silam yang melibatkan tersangka utamanya Zainuddin Hasan.

“Fakta persidangan soal aliran dana itu bukan barang baru. Artinya, jika masalah penerimaan aliran dana tersebut dinyatakan menjadi delik hukum, otomatis seharusnya Nanang sudah menjadi tersangka sejak awal,” ungkapnya.

Selanjutnya dia yang meminta pihak-pihak yang merasa berkepentingan dengan pengembangan kasus tersebut, bisa menelaah terlebih dahulu aspek-aspek hukum yang berlaku terkait kasus tersebut.

Terkait aliran dana suap proyek infrastruktur tersebut, kata dia, merupakan presentasi Pasal 12 B Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Gratifikasi.

“Gratifikasi itu ada 2 jenis. Gratifikasi yang dilarang dan tidak dilarang. Pengertian gratifikasi yang dilarang itu diterima berhubungan dengan jabatan. Kriterianya,   penerimaan tersebut memang dilarang oleh peraturan yang berlaku karena bertentangan dengan kode etik atau merupakan penerimaan yang tidak wajar,” imbuhnya.

Misalnya yang berkaitan dengan jabatan, tidak wajar jika seorang bawahan memberi sesuatu kepada atasan, pasti biasanya ada embel-embelnya.

“Kemudian, jika bawahan memberikan sesuatu kepada atasan maka akan terjadi konflik kepentingan. Seharusnya atasan yang memberi bawahan sesuai kepentingan  posisi masing-masing yang tujuannya agar bawahan menjadi lebih terpacu agar dapat ebih giat lagi dalam bekerja,” katanya.

Untuk kasus Nanang Ermanto, kata dia, dapat dipahami tidak ada kepentingan  Bupati Zainuddin Hasan pada saat itu untuk menyuap seorang Nanang berkaitan dengan jabatan dan kewenangannya sebagai wakil bupati.

“Oleh sebab itu, saya berharap para elit berpolitik secara santun, beretika dan dilandaskan pada kepentingan masyarakat. Berilah pemahaman yang mendidik, objektif dan jujur kepada publik,” pungkasnya.

Sebelumnya, beredar luas di masyarakat Lamsel link berita salah satu media bahwa Direktur Kajian Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Didik Triana Hadi mendatangi KPK terkait kelanjutan kasus dugaan korupsi di Lampung Selatan, yang menurut SDR melibatkan Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto.

Dalam artikel tersebut, SDR juga menilai keterlibatan Nanang Ermanto dalam kasus korupsi itu, setelah dalam sidang lanjutan korupsi Dinas PUPR dengan tersangka dua mantan kepala dinas, Hermansyah Hamidi dan Syahroni pada Rabu 24 Maret 2021 lalu, turut diperiksa sebagai saksi yakni Bupati Lamsel Nanang Ermanto.

Fakta persidangan, SDR menyebutkan Nanang mengakui turut menerima aliran dana sekitar Rp950 juta dari mantan Bupati Zainudin Hasan, Agus BN, dan mantan Kadis PUPR Syahroni.

“Bahwa fakta persidangan tersebut merupakan indikasi kuat keterlibatan Bupati Nanang, KPK harus segera menindaklanjuti fakta persidangan dan pengakuan dari Bupati dalam persidangan Tanggal 24 Maret 2021 lalu,” kata Didik seperti dilansir bisnis.com dan sindonews.com.(red)