MATT Pedom dengan langkah mantap berjalan di atas karpet merah saat namanya dibacakan. Senyumnya mekar serupa kembang kopi Lampung Barat di Bulan Maret. Penuh percaya diri dia mendekati meja penandatanganan Surat Keputusan.
Dengan cekatan dia mengambil pena yang sudah disiapkan untuk menandatangani dokumen pelantikan. Namun sesuatu mengagetkannya.
“Aduuii…,” Matt Pedom mengumpat keras. Dia tekanjat tingkat dewa dan langsung melompat dari ranjang besi kesayangannya hingga menimbulkan derit yang kuat. Senyumnya yang sempat mengembang mendadak lenyap. Dia betul-betul kesal karena ada yang jahil mencabut bulu kakinya.
“Ai niku Man…kampil kamu ya,” katanya kesal sambil memukul kasur dengan sangat kuat, saat tahu siapa yang mengerjainya. Dengan kesal dia duduk di tepi ranjang. Matanya yang merah masih dipenuhi belek, tampak juga terlihat upil ngintip di ujung lubang hidungnya. Satu tangannya memegangi kaki yang tadi bulunya dicabut Man Spatbor, sedangkan tangan yang lain masih mengepal keras menekan kasur.
“Kelewatan betul kamu Man,” ujarnya, sekali lagi dia memukul kasur dengan kuat, tatapannya nanar, matanya bertambah merah.
Melihat Matt Pedom betul-betul marah, Man Spatbor jadi ikutan kesal.
“Matt coba kamu liat dulu jam di dinding itu, sudah jam berapa sekarang. Ini sudah tengah hari. Kamu tahu nggak sudah berapa lama saya di sini nunggu kamu bangun. Kamu ini memang payah,” kata Man mulai bingsal.
“Ya mana saya tahu kamu nungguin saya bangun. Kamu kan liat tadi saya tidur. Kamu ini aneh Man. Yang jelas gagal semua Man, kamu harus tanggung jawab,” kata Matt Pedom nggak mau kalah, sambil membuka jendela kamarnya dengan kasar.
Di luar, matahari sudah hampir tepat di atas ubun-ubun. Serombongan ayam yang sedang mencakar-cakar tumpukan daun, terkejut dan langsung kabur mendengar derit jendela. Dari ujung jalan, suara tukang sol sepatu keliling terdengar samar, menjauh, dan hilang.
“Kalau ngomong mah besar, pengen begini, pengen begitu, mau bikin ini, mau beli itu, mau nyalon lah dan macem-macem yang lain, tapi jam segini baru bangun,” kata Man mulai ikutan kesal.
“Tapi nggak gini juga geh Man cara ngebangunin orang. Gara-gara kamu semuanya kacau.”
“Na… kamu mulai ngelantur, nyalahin saya lagi, kok kamu bilang saya bikin semua jadi kacau,” timpal Man Spatbor, suaranya makin tinggi.
Matt Pedom terdiam, apa yang dikatakan sahabatnya itu memang tidak bisa dia sangkal. Dia bangkit dan turun dari ranjang, membenarkan resleting celana kolor warna hijau motif loreng kesayangannya, menarik handuk dan ngeloyor ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian dia keluar dengan wajah lebih segar.
Celana kolor hijau motif loreng tampak kembali dia pakai. Selanjutnya dia melangkah menuju dapur, lalu terdengar denting sendok beradu dengan gelas.
“Ngopi dulu Man,” ucap Matt Pedom sambil meletakkan dua gelas kopi panas di atas meja, suaranya mulai pelan.
“Jadi Matt, apa maksud kamu bilang semua kacau gara-gara saya,” tanya Man lagi, rupanya dia masih penasaran.
“Tadi saya dikit lagi jadi menteri Man, tapi waktu mau tanda tangan kamu bangunin. Ya sudah, batal semuanya,” ujar Matt Pedom polos. Man Spatbor hanya bengong, lalu tertawa ngakak.
“Ya sudah Matt kalau gitu kita ngopi dulu,” ujar Man.
Namun baru tegukan pertama, dia langsung tersedak dan ngomel. “Sial alangkah pait kopi ini Matt, apa kamu sengaja ngerjain saya,” suara Man kembali tinggi.
“Na… kan! Salah kamu, coba kalau tadi kamu nggak bangunin saya, pasti kita bisa beli gula,” ujar Matt Pedom santai.
“Sudah lagi Matt nggak usah banyak ngehayal, makanya jangan kebanyakan tidur,” kata Man pasrah. Sementara Matt Pedom tak acuh, dia sedih membayangkan kampung halamannya yang kini semakin tertinggal, koruptor merajalela dan gedung sekolah yang nyaris ambruk.
Sementara di kejauhan, suara tukang sol keliling terdengar nyaring. Matt Pedom membayangkan jika saja tukang sol sepatu itu bisa menjahit semua luka dan kesedihan di dalam jiwanya. Tiba-tiba air matanya menetes. (*)
Anton Kurniawan Batin Kesil. Tukang tulis, tinggal di Lampung.
*****
Keterangan beberapa istilah dalam bahasa Lampung Saibatin:
Aduii: ungkapan rasa terkejut
Niku : Kamu
Tekanjat: Terkejut