BAGAI mendengar bulan purnama muncul di siang bolong, kehebohan terjadi tepat di pertengahan 2024 tentang sebuah tragedi keji dengan tajuk ”VINA” yang memenuhi setiap lini masa dan beranda medsos.
Bertahun-tahun kisah tragis terbunuhnya Vina terkubur begitu dalam, bak palung mariana yang melegenda, dan menjadi sebuah kisah rumit yang tidak berhenti hanya sebagai kisah masa lalu.
Setelah delapan tahun berlalu, Tahun 2024 seperti secercah harapan bagi keluarganya untuk membuka tabir misteri terbunuhnya Vina, juga bagai kutukan bagi mereka yang terlibat misteri pembunuhan yang sempat hilang terbawa arus. Banyaknya opini dan protes masyarakat menggugah polisi kembali membuka kasus ini dan menggali informasi dari berbagai sumber.
Bagian-bagian dari teka-teki yang tertimbun di masa lalu, kini terkuak ke permukaan. Pertanyaan-pertanyaan baru bermunculan dari berbagai kalangan terasa begitu menggelitik; nyatakah peristiwa itu? Siapa pelaku sebenarnya? Apa yang sesungguhnya terjadi? Siapakah Vina? Apakah Pegi pelakunya? Serta berbagai pertanyaan lainnya.
Banyak yang percaya sekaligus ragu terkait penanganan kasus ini sehingga membuat banyak pihak dan aparatur penegak hukum merasa tergugah untuk mampir membesuk kisah Vina yang belum tuntas.
Kehebohan semakin semarak dengan beragam desas-desus setelah Film “Vina Sebelum 7 Hari” yang tayang di bioskop meraih prestasi fantastis dengan mengantongi angka lebih 5 juta penonton di seluruh bioskop di Indonesia pada 2024.
Kesuksesan film tersebut menambah resah dan gerah pihak yang merasa dirugikan atas apa yang digambarkan dalam film tersebut.
Layakkah film tersebut tayang dengan bebas? Atau tidakkah lebih baik jika dibuat dokumenter saja? Opini publik semacam ini membuat tajuk “VINA” semakin bebas berlayar di ruang layar lebar.
Berbeda dengan ketenaran film yang singkat tersebut, kisah yang asli masih jauh dari selesai dan tamat. Mati-matian tayang bak drama sinetron dengan jumlah episode yang berebut mengejar rating berupa angka persen agar tidak turun layar. Perebutan benar atau salah dunia nyata atau fiksi belaka, nyatanya tragedi memang benar terjadi.
Mungkin karena jiwa kemanusiaan, atau rasa tanggung jawab sebagai pemimpin sebuah Negara? Membuat Presiden Joko Widodo turut buka suara menyikapi fenomena menggemparkan yang tengah terjadi di Indonesia.
“Kasus ini harus tuntas selesai dengan sistem yang transparan,” demikian ucap Sang Presiden saat ditanya wartawan.
Pernyataan tersebut pula yang menjadi acuan perintah langsung kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengusut kasus tersebut agar selesai.
Kini masalah baru kembali mencuat ke publik mengenai daftar dan status para tersangka kasus “VINA”, bermula dari Daftar Pencarian Orang (DPO) dengan tiga nama dipublikasikan berubah dengan alasan alat bukti yang mengarah kepada dua orang, yakni Andi dan Dani dinyatakan belum mencukupi dengan embel-embel keterangan saksi hanya fiktif belaka.
Pernyataan langsung Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho tersebut menjadi sinyal perang bagi pihak-pihak yang memiliki persilangan opini dan paham tentang kasus ini. Salah satu dari banyak pihak tersebut adalah pengacara kondang Hotman Paris, pengacara keluarga Vina, yang mengkritisi sikap Polda Jabar yang terkesan plin-plan dalam mengambil putusan.
Ketegangan mengenai pembatalan daftar tersangka Andi dan Dani tersebut menyambut respon kritis pihak keluarga Vina.
Sebelumnya, Polda Jabar secara resmi menggelar konferensi pers menjelaskan kelanjutan kasus kematian Vina dan Eky. Tanggapan mencuat dari Marliyana, kakak almarhumah Vina, yang awalnya mengaku bersyukur karena tertangkapnya DPO atas nama Pegi setelah 8 tahun kematian adiknya pada 2016 silam. Dirinya juga menyatakan akan menanyakan langsung kepada kepolisian mengenai dua orang DPO lainnya yang telah dinyatakan bebas dari daftar tersangka.
Diketahui, Vina dan Eky tewas dibunuh pada 27 Agustus 2016 silam. Putusan pengadilan menyatakan 8 orang yang divonis bersalah, 7 orang dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup dan satu orang lainnya divonis 8 tahun penjara karena masih di bawah umur. Setelah itu juga terdapat 3 nama yang menjadi DPO dalam kasus ini, yakni Pegi, Dani dan Andi. Situasi semakin runyam ketika ibu dari Pegi menyampaikan pembelaan mutlak bahwa anaknya tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Begitu banyak upaya telah dilakukan keluarga Vina selama bertahun-tahun untuk mengungkap siapa sesungguhnya pembunuh almarhumah. Terlepas dari banyaknya pro kontra mengenai kasus kematian seorang wanita bernama Vina, lengkap dengan bumbu-bumbu yang melatarbelakangi benar atau salah mereka yang terdakwa, segala sesuatu pasti akan ada jalan menuju titik temu dari sebuah jawaban entah itu takdir atau hanya kekeliruan semata.
Setiap orang punya hak berekspresi dan beropini, tapi jangan sampai kita menutup mata dan enggan menyuarakan keadilan dan membela kebenaran. Sanggupkah polisi menangkap pelaku yang sesungguhnya dan mengungkap kasus ini sampai tuntas, kemudian jaksa memberikan tuntutan yang sesuai, hingga vonis yang adil diketuk hakim di meja pengadilan? (**)
EKA SISWATI, mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Kotabumi (UMKO) Lampung Utara (Semester 6).
Tulisan ini merupakan hasil praktik Mata Kuliah Penulisan Berita dan Editorial.