Lampung Timur (LB): Siswa kelas VII SMPN 3 Batanghari, Lampung Timur berinisial EDP (12) mengaku dibully kakak kelas dengan diikat kabel tangan dan lehernya, selain itu dia juga mengaku mendapat ancaman sehingga mentalnya terganggu dan merasa tidak nyaman saat belajar di sekolah.
Saat ditemui di rumahnya di Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur pada Rabu (28/2/2024), kepada Media Online lampungbarometer.id, EDP yang didampingi kedua orang tuanya, menceritakan peristiwa bullying yang dialaminya terjadi di sekolah pada Rabu, 7 Februari 2024 lalu.
“Waktu itu saya habis buang sampah disuruh guru. Setelah membuang sampah itu, saya masuk ke ruangan yang sudah tidak dipakai, pintunya juga sudah dimatikan. Saat saya duduk di ruangan itu, datang dua orang kakak kelas saya kelas IX namanya R dan G. Nggak ngomong, nggak apa tau-tau saya diiket,” cerita EDP.
“Terus nggak lama dari itu rame yang datang, ada P dan A, yang lain saya nggak hapal namanya karena nggak pernah main bareng. Semua ada tujuh orang. Waktu saya diiket itu ada dari mereka yang videoin,” kata EDP, suaranya pelan dan ragu-ragu.
Akibat tindakan bullying yang dialaminya, EDP mengalami luka lecet di lutut akibat terjatuh saat lari karena takut dan celananya juga robek. Dia juga bercerita saat itu merasa sangat takut, sebab dia cukup lama diikat dengan kabel di ruang tersebut. Setelah salah satu pelaku melepaskan ikatan di tubuhnya, korban lari ke kelas dan menceritakan kejadian yang dialaminya dengan temannya berinisial Crl.
Menurut korban EDP, temannya tersebut lalu melapor kepada guru olahraga, sayang tidak langsung ditanggapi serius, teman korban kemudian melapor ke kantor.
“Teman saya lapor ke kantor, terus saya dipanggil oleh wali kelas saya namanya Bu Neli, saya diberi obat Betadine untuk kaki saya yang lecet. Waktu itu ada juga R dan G, mereka dipanggil juga,” ucap EDP lirih.
Ayah korban inisial ERM (40) yang didampingi istrinya Siti (38) mengaku dipanggil oleh pihak sekolah bersama orang tua para siswa yang diduga mem-bully anaknya dengan dimediasi pihak sekolah untuk damai pada Kamis, 8 Februari 2024.
“Saya sudah dipanggil ke sekolah untuk dengan dimediasi sekolah untuk damai dengan orang tua para pelaku. Waktu itu yang hadir ada enam orang. Saat itu kepala sekolah meminta agar masalah langsung diselesaikan, tapi sampai hari ini belum ada tidak lanjut penyelesaiannya,” kata ayah korban.
Lebih lanjut, ayah korban juga mengatakan hingga hari ini pasca kejadian bullying tersebut, anaknya juga masih mendapat ancaman dari siswa yang terindikasi adalah teman-teman yang diduga pelaku bullying, bahkan sempat uang jajan anaknya dirampas.
“Sampai hari ini, anak saya masih diancam-ancam, bahkan kemaren uang jajannya Rp5.000 diambil, dan baru dikembalikan dua hari kemudian dengan cara dicicil,” pungkasnya.
Ayah korban juga mengaku sangat menyesalkan sikap pihak sekolah yang tidak segera menyelesaikan kasus ini, sehingga berniat akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Anak saya sudah dibully, mengalami luka, celananya juga robek, jadi saya minta ini diselesaikan. Ini sudah tiga minggu pascakejadian dan belum ada penyelesaian. Kalau memang pihak sekolah tidak bisa menyelesaikan, saya akan bawa kasus ini supaya diselesaikan secara hukum,” ujar ERM.
Sementara itu, Kepala SMPN 3 Batanghari Febrika Antrisia, saat dihubungi media ini mengatakan kasus bullying sudah diproses oleh guru Bimbingan Konseling dan wali kelas siswa yang bersangkutan.
“Maaf saya sekarang masih di kampus UMM. Sudah diproses dengan guru BK dan wali kelasnya,” ucap Febrika kepada lampungbarometer.id melalui pesan WhatsApp, Kamis (29/2/2024). (Che/ak)