BANDAR LAMPUNG (lampungbarometer.id): Orkes Bada Isya Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni Universitas Lampung (UKMBS UNILA) merilis album perdana berjudul “Menuju Rumahmu” di Famous Coffee, Jl. Cokro Aminoto Rawa Laut, Bandar Lampung, Jumat (30/4/2021) Pukul 20.00 WIB.
Orkes Bada Isya merupakan kelompok musik yang dibentuk pada 2018 dan digawangi oleh Edythia Rio Irawan, Annisa Rizka Dwiyan, Febrian Malik Arrozaq, Ilham Wisma, Mike Fena Firdania, dan Robby Aslam Amrozi.
Dalam mini konser ini Orkes Bada Isya menyajikan 6 lagu yang berjudul “Alamat”, “Mantra Pengusir Hantu”, “Fragmen Tanjung Karang”, “Alexander”, “Pilgrim Song”, dan “Lelahku”. Lagu-lagu dalam konser ini tergabung dalam satu mini album.
Menurut Rio, mereka memberanikan diri meluncurkan album di tengah pandemi Covid-19 sebagai bentuk kepedulian terhadap perkembangan seni di Lampung.
“Konser ini adalah bentuk kepedulian kita terhadap perkembangan seni di Lampung, khususnya seni musik,” ujar Rio.
Konser mini ini mendapat animo positif penonton yang memadati lokasi konser. Tampak hadir para undangan dan penggiat seni di Lampung, di antaranya Penyair sekaligus Sutradara Teater Ari Pahala Hutabarat dan Edy Samudera Kertagama.
Selain itu, tampak hadir tamu undangan dari berbagai UKM dan komunitas seni, seperti Komunitas Berkat Yakin (Kober) Teater Satu, UKMF KSS FKIP Unila, Klasika, UKM Senior, Komunitas Biroe dan lainnya. Dalam penampilannya kali ini, Orkes Bada Isya mampu memukau dan membuat penonton bergoyang.
Meskipun sempat diguyur hujan, tidak lantas membuat penonton bubar, mereka tetap husyuk menikmati alunan lagu-lagu yang merupakan lirik-lirik puisi karya penyair-penyair Lampung; Iswadi Pratama, Ari Pahala Hutabarat, Inggit Putria Marga dan Rahmad Saleh Ranau.
“Harapannya Orkes Bada Isya bisa kasih nuansa yang berbeda dalam dunia musik, bisa jadi inspirasi untuk banyak orang, dan dapat terus melahirkan karya- karya terbaik,” ujar Rio.
Ari Pahala Hutabarat salah satu penyair yang puisinya turut serta dalam album mini Orkes Bada Isya mengatakan Orkes Bada Isya mampu memberi warna lain sebuah puisi. Puisi, kata Ari, seperti jadi lebih sederhana dan mudah dipahami ketika dinyanyikan. Namun, dia tidak ingin memberi penilaian apakah karyanya pas atau tidak saat dinyanyikan.
“Saya pribadi tidak mau menilai pas atau tidak karena itu sudah hak para penonton. Justru egois jika seorang penyair komplain jika puisinya diterjemahkan dengan musik itu berbeda, karena menerjemahkan puisi menjadi musik itu bukan perkara mudah. Menurut saya ini keren, saya justru mendapatkan warna baru dalam karya ini, mereka justru membuat puisi ini semakin kaya,” ujarnya. (ham/red)