SERANG (lampungbarometer.id): Laksanakan instruksi Kapolri, Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Banten kembali membongkar kasus mafia tanah, dengan dugaan melakukan tindak pidana pemalsuan Akte Jual Beli (AJB).
Hal tersebut diungkapkan Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol. Martri Sonny didampingi Kabidhumas Polda Banten Kombes Pol. Edy Sumardi, Kasubdit II Harda Ditreskrimum Polda Banten AKBP Dedy Darmawansyah, dan personel Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Banten saat press conference di Aula Bidhumas Polda Banten, Jumat (19/02/2021).
Kapolda Banten Irjen Pol. Rudy Heriyanto, melalui Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Martri Sonny mengatakan pihaknya telah menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan AJB Nomor 231/2019 Tanggal 11 Februari 2019 atas tanah seluas 2.676 , di Blok 001, Desa Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
“Tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu JS (46), ASN staf Ekbang Kecamatan Pabuaran; kemudian SD (49), pemberi blangko AJB sekaligus pembeli; LJ (61) yang mengaku sebagai ahli waris,” ujar Martri.
Martri menambahkan pengungkapan mafia tanah itu bermula dari laporan Apipah (53), warga Kampung Kramat Palempatan, Kelurahan Sukajaya, Kecamatam Curug, Kota Serang pada 17 Juli 2020 lalu.
“Korban merasa tidak menjual dan menandatangi surat atau dokumen apapun atas peralihan tanah, apalagi AJB Nomor 231/2019 Tanggal 11 Februari 2019,” kata Martri menambahkan.
Sementara itu, Kasubdit II Harda Ditreskrimum Polda Banten AKBP Dedy Darmawansyah mengungkapkan dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi, pada 2019, SD menyerahkan blangko AJB kepada JS untuk diproses secara administrasi.
“Padahal blanko AJB yang diserahkan SD ke JS merupakan blanko lama yang sudah tidak dipergunakan lagi di Tahun 2019. Blanko yang diserahkan SD kepada JS terdapat tanda tangan Apipah sebagai penjual dan SD sebagai pembeli serta LJ sebagai ahli waris. Diduga tanda tangan Apipah dipalsukan oleh salah satu tersangka,” ungkap AKBP Dedy Darmawansyah.
Selanjutnya AKBP Dedy Darmawansyah juga menyampaikan LJ tanpa hak menjual tanah seluas 2.676 kepada SD seharga Rp20 juta, padahal sesuai NJOP harga tanah yang ditetapkan yaitu Rp 36 ribu atau jika ditotal Rp. 96 juta lebih.
“Jika mengikuti harga jual tanah pada 2021 ini, NJOP yang ditetapkan yaitu Rp 48 ribu, tapi harga jual di pasaran nilai transaksi tanah tersebut yaitu Rp 500 ribu. Atas kejadian itu korban merasa dirugikan, dengan nilai kerugian materil yaitu Rp1,3 milyar,” ucap Dedy Darmawansyah.
Ditemui di lokasi, Kabidhumas Polda Banten Kombes Pol. Edy Sumardi menegaskan ketiga tersangka akan dijerat dengan pasal berbeda, tersangka SJ dijerat Pasal 263 Ayat 1 dan atau Pasal 264 Ayat 1 KUHP. Tersangka SD dijerat Pasal 263 Ayat 2 atau 264 Ayat 2 KUHP, sedangkan LJ dijerat Pasal 263 KUHP Jo Pasal 55 KUHP.
“Ketiganya terancam pidana penjara selama 6 tahun penjara,” tutup Edy Sumardi. (Bidhumas)