Politik

DPR RI Minta Pemerintah Segera Pisahkan Norma Bidang Pendidikan dari RUU Cipta Kerja

39
×

DPR RI Minta Pemerintah Segera Pisahkan Norma Bidang Pendidikan dari RUU Cipta Kerja

Sebarkan artikel ini

JAKARTA (lampungbarometer.id): Komisi III DPR RI mendesak agar pemerintah mengeluarkan norma bidang pendidikan dari RUU Cipta Kerja (Ciptaker)/Omnibus Law, Senin (14/9/2020).

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi III DPR Prof. Hj. Sylviana Murni, SH, M.Si., saat Rakor dengan pemerintah. Dia menegaskan, negara wajib memastikan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa terpenuhi dalam sistem pendidikan nasional. Selanjutnya kewajiban ini akan sukar tercapai apabila tidak adanya proteksi pada perizinan satuan pendidikan yang mengarah pada komersialisasi dan liberalisasi pendidikan. Papar Prof Sylviana Murni

Salah satu alasannya, pengaturan bidang pendidikan di RUU Cipta Kerja yang mencabut beberapa ketentuan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi dan UU Pendidikan Kedokteran sangat bertentangan dengan UUD 1945, terutama mengenai pengaturan satuan pendidikan berbadan hukum yang berpotensi terjadinya komersialisasi dan liberalisasi pendidikan.

Sebab katanya, pendidikan merupakan sebuah amanat bagi negara dalam bagian yang tertuang pada UUD 1945, sudah sangat jelas. Negara wajib dalam memastikan pendidikan yang bermutu dan terjangkau baik dari segi pendanaan maupun secara geografis untuk seluruh masyarakat. Di samping itu, norma tentang pendidikan pada RUU Cipta Kerja juga berpotensi menabrak norma tentang ketentuan pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah.

“RUU Cipta Kerja mengalihkan kewenangan perizinan pendirian satuan pendidikan hanya kepada Pemerintah Pusat, padahal daerah lah yang lebih mengetahui keadaan wilayahnya” kata Sylviana di Jakarta (13/9) Minggu yang lalu.

Komite III DPD RI mencermati, terdapat upaya dekriminalisasi bidang pendidikan di RUU Cipta Kerja yang sangat berbahaya. Di antaranya, penghapusan sanksi pidana bagi pelaku pemalsuan ijazah. Hal ini akan menyuburkan kejahatan praktik jual beli ijazah.

“Selain itu, pengaturan guru dan dosen pada RUU Cipta Kerja sarat nuansa diskriminatif. Contohnya, bagi guru dan dosen alumni luar negeri terakreditasi tidak diwajibkan memiliki sertifikat pendidik (sertifikat guru maupun sertifikat dosen). Hal ini tidak berlaku bagi lulusan dalam negeri,” urainya.

Komite III DPD RI sangat tidak sepakat dengan semangat bidang pendidikan RUU Cipta Kerja yang menghendaki sentralisasi perizinan bidang pendidikan ke pusat. Hal ini tidak saja menafikan kemajemukan dan luas geografis yang tidak dipertimbangkan. Melainkan pula menabrak ketentuan konstitusional di Pasal 18, Pasal 18 A dan Pasal 18 B UUD 1945 yang menghormati otonomi daerah sebagai amanat reformasi.

Bagi Komite III DPD RI, mengeluarkan norma bidang pendidikan dari RUU Cipta Kerja akan menjadi momentum bagi semua komponen bangsa untuk fokus memikirkan yang terbaik dalam konteks pendidikan tanpa mencampuradukan dengan dimensi bisnis atau konteks kemudahan perizinan berusaha.

“Sebab, pendidikan mengemban misi mulia untuk membangun karakter, mental dan jati diri bangsa. Bukan semangat komersialisasi apalagi liberalisasi pendidikan,” tutupnya. (Telisik/Red)