Apresiasi Dan Inspirasi

Puisi-Puisi Dody Firmansyah

59
×

Puisi-Puisi Dody Firmansyah

Sebarkan artikel ini

Perempuan Di Tapal Batas
:LW

Dadanya adalah harum bukit menjelang fajar atau sabana kekuningan yang urung terjamah hujan, dan tubuhnya serupa rimba bagi para pemburu.
Tak akan kau temui sekawanan singa, bangkai rusa, atau tahi hyena di sana.
Yang ada hanya legenda seorang perempuan menyeret mayat suaminya sambil mengutuki setiap lelaki yang menyeringai menatap pinggulnya yang bernas.

Sesekali terdengar ia berkata, “Aku membenci semua lelaki, kuda birahi yang tak cukup dengan satu lembah penuh rumput”

Jika kau renangi keruh matanya; sumur yang hampir kering diliputi rimbun angkara murka akan kau temukan dua perempuan berwajah serupa berdebat perihal kehidupan.

Satu perempuan berwajah matahari terik dengan aum singa gurun sedang lainnya perempuan bimbang mengutuk nasib di antara dua tapal.

Di tangan kiri perempuan itu sepucuk surat tergenggam erat; tak ada nama tanpa alamat, hanya di sudut paling buram tertulis kata-kata “Terima Kasih Selamat Berpisah”
Sedang di tangan kanannya kilap pedang menagih ikrar lelaki untuk mengarungi lautan sepanjang zaman; hutang yang tak mungkin terbayar lunas.

“Kau wariskan padaku luas samudera, sebuah kapal, lima pembantu dan peta yang takkan pernah membawamu pulang,” katanya.

Sacrifice: Tak Ada Martir Lainnya

Inilah tubuh dan darahku, sebagai roti
dan anggur persembahan di meja ekaristi. Minum dan makanlah!
Di dalamnya engkau akan mencecap kenangan dan rasa rindu pada rumah asal

***

Di bukit berbatu aku menantimu.
Mahkota berduri di kepala, harapan yang koyak di dada.
Sunyi menuntun kita pada waktu yang tak berujung temu, pada rindu yang tak berujung sua.

Dan kau menangis setiap embun pertama jatuh di wajahmu yang pualam. Lantas kau katakan “Aku mencintai gelap, sebab di pekatnya tak ada yang mampu melukai selain kenangan”.

***

Lelaki luka mencatat alamat, jemarinya yang kelam erat menggengam belati
“Tuan, benarkah di sana tak lagi ada rasa takut, sakit, dan cemburu. Dan setiap cinta tak bersambut akan mendapat tempat tertinggi?” katanya
Pria bertudung itu mengangguk, tanpa menunjukkan wajahnya.

Angin menjelma kuda bersayap, memikul setiap doa menuju istana di balik awan; lesap!
Serupa rampasan perang yang terpaksa diserahkan para tawanan, meski tak rela.

Pria bertudung itu menyeringai
Matanya bola api sepanas matahari
“Tak ada yang bisa membelamu selain doa” katanya
Saat bocah kurus yang tak pernah mengenal Bapa itu menguntitnya, menyerap setiap rupa wewangian dupa yang memancar dari tubuhnya. Berbahagialah dia.

***

Bapa di Surga, dimuliakanlah nama-Mu,
datanglah kerajaan-Mu, dan jadilah kehendak-Mu.
Sungguh, tak ada yang harus jadi martir hari ini, tak ada yang mesti berpasrah di tiang salib menahan nyeri.
Siasat langit hanya berlaku sekali, sebab ia bukan repetisi jarum jam di pergelangan tanganmu yang kerontang.
Bukan pula deburan ombak pantai
yang saling menyusul dan berulang.

Radika

Pagi ini gerimis bernyanyi kecil,
dan sedari subuh ia menjelma anjing.
Anjing berkaca mata, mengumpat dalam bahasa Rusia sambil memetik balalaika.
Anjing yang kerap terbatuk dan meringkuk
di sudut ruangan yang dipenuhi potret pemandangan.

Namun tak ada surga di antara potret-potret itu. Hanya air terjun, hutan gelap, dan sabana yang diselimuti kemarau.
Sesekali ia jilati kuku yang hitam
Penuh lumpur dan bau.

Anjing ini berbeda, ia suka telur dadar dan minum teh dari samovar.
Kepalanya menjadi rumah ribuan kutu
serta buku.
Anjing yang sempat berkenalan dengan Mark, Einstein, Hawking, juga Kong Hu Cu.

Namun yang paling berkesan adalah perkenalannya dengan seorang mahasiswi.
Ia mengenalkan diri sebagai nabi tanpa wahyu dan penyair tanpa rayu.
Di matanya tersimpan harapan
dari sekian bilangan usia, bahwa kelak
mahasiswi itu harus menjelma anjing pula.

Pagi tadi anjing itu menyalak,
membentak sunyi dengan galak.
Sedang si mahasiswi asyik mengoceh
tentang sastra dan filsafat.

Kepada Mimosa tentang Bathara Kala
:NM

Puan, engkau keliru menebak usia,
sungguh ia bukanlah pria tua.
Adalah seorang nabi tanpa nubuat yang diutus kepada mereka: mahasiswa,
dosen pongah yang terjebak dalam intrik filsafat, hingga penyair yang kehabisan aksara di tengah paragraf.

Meskipun dia tak menanggung nyeri
sepanjang via dolorosa, namun kau
mesti tetap percaya pada kisahnya,
tentang kurcaci, naga, hingga malaikat
yang terbuang dan menjelma tak suci.

Ia tak bermaksud menakutimu
dengan mengisahkan perihal hantu.
Kau hanya diingatkan bahwa setiap kehidupan kelak akan berubah keabadian.
Abadi sebagai hantu atau sebagai
pengembara yang kembali untuk mengetuk pintu.

Dialah nabi yang memerintahkan
diri sendiri untuk menambal-sulam
setiap baris ayat dalam semua kitab.
Di benaknya, Tuhan kadang menjadi
seorang penulis yang kerap abai
dan narator yang kurang cakap.

Seorang Kekasih yang Mabuk

“Satu teguk lagi!” tegasmu
lantas kau ucap kata cinta padaku.
Waktu menjelma cermin,
menampilkan dua anak manusia kekanakan.
Kelak kita akan berjalan bersama,
menembus batas cakrawala yang acap menipu kedua biji mata.
“Di sana ada sebatang pohon tua,
batangnya mengalirkan susu, akarnya menjalar sampai istana”.

Istana yang kerap kau igaukan dalam mimpi kurusmu. Katamu di sana tumbuhan dan hewan mampu bicara; merafalkan mantera yang membuat sasar manusia.

Setiap kali meracau, kau tanggalkan kepalamu di bawah ranjang, tempatku menaruh sepatu boot usang untuk menghitung jauh jarak yang telah kujajak.

Detak arloji menyeret kita ke pusat malam. Menjelma anjing penuh kurap dengan lolong srigala. Anjing yang menjilati tengkukmu saban dinihari, meninggalkan liur yang mengalir dari akar paling purba usai kita daki malam sampai di puncaknya.

“Aku mencintaimu!” bisikmu
Dan demi Tuhan, aku tak pernah percaya
pada ucapan seorang pemabuk.

—–

DODY Firmansyah. Lahir di Kotabumi, Lampung Utara, sempat kuliah di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Unila. Pernah berproses di Sanggar Teater Komunitas Akasia Lampung Utara dan sempat pula menimba ilmu di UKMBS Unila. Aktif menulis sejak mahasiswa dan kini mengasah kreativitas di Komunitas Anak Kampung Pencinta Teater Dan Satra (AKaPETRA) Lampung Utara.

———

Buat Kamu yang keren dan kreatif, yang mau karya-karyanya dipublikasikan di lampungbarometer.id, silahkan kirim karya-karyamu; puisi, cerpen, atau cerita anak ke: redaksi@sementara.biz.id. Karya kamu yang beruntung akan diposting pada Hari Minggu.