BANDAR LAMPUNG (lampungbarometer.com): Komunitas Berkat Yakin (KOBER) akan mementaskan Lakon ‘LEAR’ yang diadaptasi dari Naskah Rio Kishida dan disutradarai Ari Pahala Hutabarat, di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta pada Minggu 7 Oktober 2018. Namun sebelum dipentaskan di Jakarta, naskah ini akan dipentaskan terlebih dahulu di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung pada Sabtu (22/9/2018), Pukul 16.00 WIB dan Islamic Center Kabupaten Tulang Bawang Barat pada Sabtu 29 September Pukul 19.00 WIB Sang Sutradara Ari Pahala Hutabarat mengatakan, pementasan naskah ini masih memiliki konteks dengan keadaan sosial politik di Indonesia hari ini. “Lakon ini menggambarkan ambisi personal manusia terhadap kekuasaan yang pada akhirnya menjadi racun bagi banyak orang bahkan kelompok masyarakat secara luas,” kata Direktur Artistik Komunitas Berkat Yakin (KoBER) ini. Menurut Ari, berbagai aspek pendukung seperti tari, musik, dan visual pertunjukan menampilkan nuansa budaya lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan pemanggungan. Kosa gerak bersumber dari tari lokal nusantara yakni Tari Tor-Tor dan Pakarena serta Tari Lampung: Bedana, Melinting, Sembah, serta silat. “Berbagai kosa gerak tersebut yang semula sudah mapan dalam lokus fungsinya masing-masing diasingkan, dimodifikasi, dan diberi lokus fungsi baru yang kemudian menjadi semacam variasi, digresi, atau metafor dari kisah yang dibawakan,” katanya. Sementara itu, Pimpinan Produksi Pementasan LEAR Edythia Rio Wirawan mengungkapkan pementasan di Jakarta diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam even Pekan Teater Nasional 2018. “KoBer akan mementaskan “LEAR” untuk mewakili Lampung. Dalam acara tersebut akan hadir pula 15 kelompok teater lain dari berbagai daerah di Indonesia,” ujar Rio. Rio juga mengungkapkan pementasan Naskah LEAR ini melibatkan 21 performer, tujuh pemusik serta empat orang setting dan kru panggung. “Untuk musik kebetulan saya bersama kawan-kawan mendapat kepercayaan dari Bang Ari menggarapnya,” kata mahasiswa semester akhir yang juga mantan ketua UKMBS Unila ini. Untuk musik, ujar Rio, terdiri dari banyak layer psikologis yang berfungsi sebagai latar, sebagai penunjang dan penajam situasi panggung dan adegan serta pemecah suasana. “Musiknya terdiri dari banyak layer, berlapis-lapis untuk menajamkan fragmen. Musik sekaligus menjadi adegan yang sesekali menciptakan noise dan disharmoni,” kata Rio saat ditemui di Gedung Graha Mahasiswa UKMBS Unila, Rabu (19/9/2018). Ditemui di tempat yang sama, Penata Artistik Rahmat Saleh mengatakan untuk setting panggung berkonsep metafor dan tipogram puisi. Benda yang dihadirkan di panggung, kata Rahmat Saleh, adalah perwakilan dari metafor-metafor, misalnya kepedihan, penghianatan, waktu yang beku. “Setting tidak hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek, sebagai oposisi biner dari teks atau naskah. Contohnya kursi kerajaan yang seharusnya mewah, malah kita hadirkan kursi yang sederhana, tua dan rusak. Ini menunjukkan sisi lain manusia yang berkuasa yang cenderung berupaya mempertahankan kekuasaannya meskipun harus menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan nurani,” ujar Rahmat.