(lampungbarometer.com): Kepala SDN 3 Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur Hartati, S.Pd. bantah telah mengambil pungutan Rp 25 ribu untuk membeli kursi tamu ruang kantor sekolah. Kepada wartawan Hartati mengatakan, dana tersebut diberikan wali murid secara suka rela demi kemajuan sekolah. “Pihak sekolah tidak pernah memaksa wali murid untuk memberikan uang sumbangan. Ini adalah murni sumbangan suka rela wali murid yang peduli dengan kemajuan sekolah,” kata Hartati, Rabu (25/4), kepada wartawan yang tergabung dalam Forum Wartawan Limo Mergo (FWLM). Lebih lanjut Hartati mengungkapkan keuangan sekolahnya yang sangat minim, bahkan dia mengeluhkan sekolahnya sering nombok untuk menutupi kegiatan yang ada. Namun saat ditanya terkait alokasi dana BOS, Hartati tidak memperbolehkan siapapun melihat SPJ-nya. Dia juga tidak bisa menunjukkan papan transparansi dana BOS terbaru yang bisa diakses masyarakat, dan hanya menunjukkan papan transparansi lama era kepala sekolah sebelumnya. Sementara itu, Made, salah satu guru honorer, mengaku tidak tahu saat ditanya tentang jumlah dan tata cara pengelolaan dana BOS di sekolahnya. Sebab, kata Made, dia tidak pernah diikutsertakan dalam rapat penyusunan RAPBS atau RKAS. Padahal seharusnya kepala sekolah menginformasikan jumlah dana BOS yang diterima sekolahnya kepada dewan guru yang disampaikan melalui rapat sekolah. Berdasarkan data yang dihimpun lampungbarometer.com, SDN 3 Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik memiliki 162 siswa dan 13 orang guru, 9 di antaranya adalah guru honorer. Sementara itu secara terpisah, Ketua Dewan Penasehat FWLM Kabupaten Lampung Timur Drs. A.Wahid mengatakan penggalangan dana di lembaga pendidikan diatur oleh Permendiknas Nomor 75 Tahun 2016. Salah satu poin dalam Permendiknas ini, kata Wahid, melarang satuan pendidikan (SD, SMP, SMK/SMA negeri dan swasta mengadakan pungutan kepada siswa atau wali murid kecuali sumbangan secara suka rela. Menurut Wahid, berdasarkan Permendiknas Nomor 75 Tahun 2016 jumlah nominalnya tidak boleh ditentukan dan waktu pembayaran tidak berjangka. Itupun harus ada izin dari Pemerintah Kabupaten setempat melalui kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan secara tertulis. “Kalau tidak sesuai dengan Permendiknas dimaksud maka penggalangan dana itu bisa dikategorikan pungutan liar (Pungli). Saya menduga wali murid diarahkan pihak sekolah, sebab bila tidak ada arahan bagaimana bisa timbul jumlah nominal yang sama dengan tenggat waktu pembayaran yang ditentukan,” katanya. Kepala Dinas Pendidikan Lampung timur, kata dia, harus memberikan penjelasan, jika terjadi pelanggaran maka pelaku harus diberi sanksi tegas. Sebaliknya jika hal ini memang dibenarkan dan ada dasar hukumnya maka wartawan harus mengklarifikasi.
Tidak ada komentar