Artikel Dan Opini

Kriminalisasi Guru: Orkestra Sumbang dan Redupnya Cahaya Harapan Pendidikan Kita

188
×

Kriminalisasi Guru: Orkestra Sumbang dan Redupnya Cahaya Harapan Pendidikan Kita

Sebarkan artikel ini

AKHIR-AKHIR ini peristiwa-peristiwa intimidasi, pengancaman, hingga kriminalisasi terhadap guru semakin marak terjadi sehingga guru menjadi merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik; mengajar dan membimbing siswa di sekolah.

Berbagai ancaman dan intimidasi tersebut menyerbu dan mengepung dari segala penjuru yang dilakukan personal juga oknum yang mengatasnamakan berbagai lembaga dan institusi, bahkan murid yang diajarnya.

Di antara sekian banyak peristiwa buruk yang menimpa para guru, di antaranya peristiwa guru Supriyani, seorang guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara yang pada April 2024 lalu dilaporkan salah satu orang tua siswa atas dugaan menganiaya muridnya yang merupakan anak anggota Polri berpangkat Bripda, dan harus ditahan.

Walaupun penahanannya kemudian ditangguhkan oleh Pengadilan Negeri Andoolo, kriminalisasi guru Supriyani menjadi nganga luka yang dalam bagi para guru di Indonesia. Peristiwa ini semakin menambah daftar catatan kelam bagi dunia pendidikan kita yang sedang berjuang mengangkat derajatnya menuju level yang lebih berkualitas.

Peristiwa lain yang lebih mengerikan juga terjadi pada Agustus 2023 lalu, seorang guru olah raga SMAN 7 Rejang Lebong, Bengkulu bernama Zaharman, 58 tahun, diketapel oleh orang tua siswa saat sedang mengajar sehingga mengalami kebutaan permanen, setelah menegur salah satu siswanya yang kedapatan merokok di area kantin sekolah.

Dua peristiwa tersebut hanya setitik noda yang muncul ke permukaan dari sekian banyak peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa seperti ini tentu sangat merugikan bagi Republik ini yang sedang membangun jalan menjadi Negara yang maju.

Oleh sebab itu, orkestra dengan lagu dan nada sumbang dunia pendidikan seperti ini harus dihentikan, dan setiap pelaku pengancaman, intimidasi atau kriminalisasi terhadap Guru harus dihukum seberat-beratnya.

Jika mengutip pidato Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka dalam Rapat Koordinasi Nasional pada Kamis (7/11/2024) lalu, kita berharap masih ada cahaya lilin sebagai harapan bagi para guru agar bisa bekerja dengan aman dan nyaman.

“Jadi sekolah itu harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi guru dan para murid. Jangan ada lagi kasus kekerasan, kasus bullying, jangan ada lagi kasus kriminalisasi guru,” ucap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Tentu para Guru menunggu statemen Wakil Presiden ini benar-benar dijalankan agar tidak sekadar menjadi nyanyian sumbang di tengah ayunan gelombang nasib guru.

Sementara meminjam Paulo Freire, sosok pemikir dalam bidang pendidikan penerima hadiah Nobel untuk “Perdamaian dan Pendidikan” dari UNESCO pada 1986, guru bukan hanya mengajar tapi juga berperan sebagai pekerja budaya kritis yang berjuang menghadapi nilai-nilai kultural dominan dalam masyarakat maupun dirinya agar dapat mengerti fungsi politik dan kultur mereka.

Bila bercermin pada Freire, jelas Guru merupakan urat nadi bangsa, dia serupa detak jam yang tak pernah berhenti bergerak menata jiwa peserta didiknya agar memahami nilai-nilai kebenaran. Guru merupakan penulis risalah sekaligus menyebarkan pengetahuan kepada peserta didik agar di masa depan mampu mengemban tanggung jawab meneruskan tongkat estafet kepemimpinan di Republik ini dengan benar.

Semoga Hari Guru Nasional Tahun 2024 ini menjadi momentum bagi Pemerintah dan aparatur penegak hukum mengambil peran menjadi Dirigen yang berkomitmen memperbaiki nada sumbang orkestra pendidikan dan menjadi sinar terang di tengah redupnya panggung pendidikan kita, sehingga guru bisa bekerja dengan aman dan nyaman. Selamat Hari Guru.

Anton Kurniawan, Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Provinsi Lampung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *