Ekonomi dan BisnisLampung Selatan

Komoditas Daging Ayam dan Bawang Merah Dominasi Sumbang Inflasi di Daerah

131
×

Komoditas Daging Ayam dan Bawang Merah Dominasi Sumbang Inflasi di Daerah

Sebarkan artikel ini

Pesawaran (LB): Daging ayam ras dan bawang merah menjadi dua komoditas utama yang menyumbang kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH) di sejumlah daerah pada minggu ke-4 Oktober 2024.

Hal tersebut diungkapkan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang diselenggarakan secara virtual.

Rakor mingguan ini juga turut diikuti Pemkab Lampung Selatan melalui aplikasi Zoom Meeting dari ruang Kabag Perekonomian, Setdakab setempat, Senin (28/10/2024).

Berdasarkan data, Amalia menyampaikan kenaikan harga daging ayam ras dan bawang merah disusul cabai merah dan cabai rawit memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap peningkatan IPH di berbagai daerah.

“Secara nasional, jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan IPH lebih banyak daripada yang mengalami penurunan IPH,” ungkapnya.

Amalia juga menyampaikan andil terbesar kenaikan IPH di Pulau Sumatera didominasi komoditas daging ayam ras, bawang merah dan cabai merah. Untuk Pulau Jawa didominasi cabai rawit, bawang merah dan daging ayam ras. Di luar Sumatera dan Jawa juga didominasi oleh daging ayam ras, cabai merah dan bawang merah.

“Harga bawang merah sampai minggu ke-4 Oktober 2024 naik 7,81 persen dibanding September 2024. Secara rata-rata, harga bawang merah Rp30.489 per kilogram,” kata Amalia.

Sementara itu, menurut Menteri Dalam Negeri RI, Muhammad Tito Karnavian, inflasi masih menjadi hal yang paling krusial di Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap angka inflasi tetap berada dalam range yang telah ditetapkan, yaitu 2,5 persen ±1 persen.

Melalui berbagai strategi yang telah diterapkan, Tito Karnavian mengucapkan terima kasih kepada daerah dan stakeholder terkait karena angka inflasi telah terkendali di angka 1,84 persen dari sebelumnya di angka 5,95 persen pada September 2022.

“Kita pernah naik di angka yang sangat tinggi, di angka 6 persen. Belajar dari Covid-19, kita harus lebih detail di daerah. Data dari BPS menjadi kunci, membuat kita bergerak, melakukan intervensi. Semua turun ke lapangan, melihat perkembangan pasar, sehingga akhirnya (IPH) bisa ditekan,” ucap Tito. (kmf)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *