Bandar Lampung (LB): “King Lear” karya William Shakespeare adalah salah satu drama kanon dunia yang sudah tak terhitung berapa kali dipentaskan atau diproduksi, baik di panggung teater maupun dalam bentuk film, baik sesuai dengan kisah yang ditulis Shakespeare maupun adaptasi. Namun masih terbilang sedikit yang memanggungkan drama kolosal ini dalam bentuk monolog atau solo performance. Salah satunya adalah pementasan ini.
Monolog “Lear” adalah sebuah kisah tentang Kegilaan dan Kesendirian tokoh Raja Lear saat terbuang dari istana, diadaptasi dari lakon “King Lear” karya William Shakespeare. Pementasan monolog “Lear” akan dilaksanakan pada Kamis, 12 Desember 2024, di Gedung Teater Tertutup (GTT) Taman Budaya Provinsi Lampung.
Pementasan ini adalah hasil dari kelas Bongkar Muat program Lab Teater Ciputat yang berkolaborasi dengan Manajemen Talenta Nasional (MTN) Pusat Prestasi Nasional (Puspernas) Kemdikbud Ristek RI. Program yang melibatkan seniman dan komunitas lokal untuk menyajikan pertunjukan teater yang mendalam dan membangun jejaring komunitas teater di Indonesia, layak ditunggu publik teater Indonesia.
LTC sendiri meluncurkan 3 program utama yaitu: Bongkar Muat, Napak Tilas, dan Jalin Karya. Seniman terpilih di masing-masing kategori tersebut adalah seniman yang telah melalui proses kurasi yang bertahap dan mendapat berbagai pelatihan, bahkan dalam prosesnya didampingi seniman professional.
Iskandar GB dari Komunitas Berkat Yakin (KOBER) Lampung, merupakan salah satu peserta kelas LTC, menjelaskan pementasan ini sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk menyajikan karya seni yang berkualitas, relevan, dan menggugah masyarakat. Laboratorium ini mendorong aktor teater sekaligus menjadi kreator bagi pertunjukannya.
Metoda ini, menurut Iskandar GB, sebagai upaya memutus kebergantungan aktor atau seniman pada satu sosok sutradara atau patron di komunitas dan kelompoknya.
“Banalitas praktik demokrasi di Indonesia. Politik dan demokrasi di Lampung dan Indonesia sekarang adalah manifestasi absennya pikiran dalam terminologi Hannah Arendt. Penguasa melakukan segala cara demi mempertahankan kekuasaannya, hingga politik dinasti yang sebelumnya dianggap tabu, kini menjadi hal yang biasa di negeri yang mengklaim diri sebagai negara demokrasi,” jelasnya, Rabu (20/11/2024).
GB juga menekankan tema dalam “King Lear” masih sangat up to date dengan kondisi kekuasaan dan pemerintahan sekarang, baik di level desa hingga kepala negara.
“Saya merasa kisah dan tematik Tragedi King Lear masih sangat relevan hingga saat ini. Ini adalah cerminan dari ketegangan yang ada antara penguasa dan rakyat, serta pertanyaan tentang otoritas, kekuasaan, dan keadilan,” imbuhnya.
Sementara Pimpinan Produksi, Erma Dwi Puspitasari, menjelaskan pihak penyelenggara mengundang masyarakat untuk menyaksikan pertunjukan ini sebagai bagian dari diskursus yang lebih luas mengenai demokrasi, kekuasaan, dan nilai-nilai kemanusiaan di dunia modern.
“Kami mengundang masyarakat secara umum untuk menyaksikan pementasan ini,” ucap Erma.
Erma berharap pementasan monolog ini akan menghadirkan pengalaman yang mendalam bagi penonton, dengan menonjolkan konflik-konflik manusiawi yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. (*/red)
Informasi registrasi penonton terbatas https://bit.ly/RegisLearM
Narahubung : Erma 085658851486.