Pemprov Lampung

Gubernur Bersama Ketua TP PKK dan Forkopimda Provinsi Lampung Salat Idul Adha 1444 H di Lapangan Enggal

33
×

Gubernur Bersama Ketua TP PKK dan Forkopimda Provinsi Lampung Salat Idul Adha 1444 H di Lapangan Enggal

Sebarkan artikel ini

Bandar Lampung (LB): Gubernur Arinal Djunaidi bersama Ketua TP PKK Provinsi Lampung Riana Sari Arinal beserta jajaran Forkopimda dan Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung Salat Hari Raya Idul Adha 1444 H di Lapangan Saburai Enggal, Kamis (29/6/2023).

Dalam Salat Id ini, Ketua MUI Provinsi Lampung H. Moh. Mukri menjadi Khatib dan Kepala KUA Rajabasa H. Hasbuna sebagai Imam. Hadir pula Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Lampung Puji Raharjo.

Dalam khotbahnya, H. Moh. Mukri mengajak seluruh jemaah meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Dia juga menyampaikan tingkat ketakwaan bisa terlihat komitmen kita dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Hari raya Idul Adha, ujarnya, menjadi waktu yang tepat mengevaluasi diri terkait apa yang telah kita perbuat selama ini.

“Jika kita masih tidak menjalankan perintah-Nya seperti sering meninggalkan ibadah, serta masih melakukan hal-hal yang dilarang seperti berbuat jahat kepada orang lain, maka ketakwaan kita perlu dievaluasi dan kita harus segera kembali kepada jalan yang benar,” kata Ketua MUI Provinsi Lampung.

Hari raya Idul Adha membawa pesan dan hikmah mulia dari rangkaian ibadah yang ada di dalamnya, seperti penyembelihan hewan kurban dan ibadah haji. Ibadah menyembelih hewan kurban bertujuan mendekatkan diri kepada Allah. Menyembelih hewan kurban, kata H. Moh. Mukri, merupakan simbol keinginan yang kuat dalam diri kita untuk menyembelih dan menghilangkan sifat kebuasan (Sabu’iyah) yang menjadi satu dari empat karakter manusia.

Disebutkan oleh Imam Al Ghazali manusia pada dasarnya memiliki empat karakter yakni Al-Rubu’iyah (sifat ketuhanan), Al-Syaithaniyah (sifat “kesetanan”), Bahimiyah (sifat “kehewanan”), dan Sabu’iyah (sifat “kebuasan”). Kebuasan yang harus kita hilangkan seperti suka bermusuhan, berkelahi, mudah marah, mudah menyerang, dan memaki yang semua itu masuk dalam sifat-sifat intoleran.

“Berkurban menjadi upaya batiniyah kita untuk menjadi pribadi yang toleran dan sesuai dengan nilai-nilai luhur yang telah diperintahkan dalam agama, sekaligus menjadikan kita sosok pribadi yang memiliki akhlakul karimah. Inilah bukti bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil’alamin, yang sejalan dengan semboyan negara kita Bhineka Tunggal Ika,” ungkapnya.

Menurut Mukri, toleransi menjadi salah satu nilai penting yang bisa dipetik dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kerukunan dan kedamaian yang akan berimbas positif pada keberlangsungan dan keberhasilan pembangunan.

Dia juga menyampaikan keragaman dan perbedaan suku, bahasa, budaya termasuk perbedaan pandangan dari setiap manusia adalah sebuah keniscayaan dan sudah menjadi sunnatullah. Keberagaman tidak boleh menjadi sumber konflik dengan munculnya sikap intoleran, tidak menghargai, dan senang menyalahkan orang lain. Justru sebaliknya, keragaman harus mampu menjadi kekayaan sosial yang semakin memperindah suasana dan membawa kemaslahatan bagi semua.

“Sebagai umat dari agama yang rahmatan lil’alamin dan menjadi mayoritas di negeri ini, kita harus mampu menunjukkan kekompakan dan persatuan serta tidak tercerai-berai sehingga akan berdampak pada persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata H. Moh. Mukri.

Menjelang pesta demokrasi Pemilu 2024, perbedaan pilihan menjadi suatu kepastian. Namun jangan sampai memunculkan polarisasi di tengah masyarakat dengan saling mengejek, melakukan provokasi, ujaran kebencian, dan menyebar hoaks.

“Kita juga harus menghindari penggunaan politik identitas, memakai agama untuk kepentingan politik praktis. Kita harus menjadikan agama sebagai solusi dari berbagai permasalahan, bukan sebaliknya menjadikan sumber konflik dan masalah,” pesan Ketua MUI Provinsi Lampung.

Di akhir khotbahnya, dia mengajak seluruh masyarakat untuk merawat sikap-sikap tawasuth, tasamuh, tawazun, dan i’tidal dalam sendi-sendi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai toleransi dan moderasi merupakan gen yang sudah diturunkan para leluhur dan nenek moyang bangsa Indonesia serta menjadi kekuatan penting bagi bangsa dalam melewati perubahan zaman.

“Banyak nilai-nilai luhur ini yang bisa kita petik dari rangkaian ibadah di bulan Dzulhijjah, khususnya momentum Hari Raya Idul Adha. Semoga Sang Bumi Ruwa Jurai terus menjadi daerah yang rukun, damai, sejahtera yang menjadikan NKRI negara yang kuat dan mampu merawat jagat, membangun peradaban,” pungkasnya. (kmf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *