Artikel Dan Opini

OPINI|| Orkestra Pesta Demokrasi di Sang Bumi Ruwai Jurai untuk Siapa?

41
×

OPINI|| Orkestra Pesta Demokrasi di Sang Bumi Ruwai Jurai untuk Siapa?

Sebarkan artikel ini

TAHUN ini kita dihadapkan pada ‘Pesta Demokrasi’ dalam wujud Pemilihan Kepala Daerah langsung serentak di 270 daerah di Indonesia yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Di tengah situasi pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Negara Republik Indonesia, suasana Pesta Demokrasi ini sangat berbeda dengan pesta demokrasi yang digelar pada tahun-tahun sebelumnya. Berbagai kebijakan baru dari penyelenggara pemilu sampai strategi para kontestan politik Pilkada serentak 2020 mengalami perubahan signifikan.

Kredibilitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dan KPU di daerah jelas sangat diuji. Selain harus memperkuat netralitasnya dari pengaruh partai politik pengusung kandidat kepala daerah, KPU Pusat dan KPU di daerah harus memikirkan situasi Pilkada serentak di masa transisi ke era Adaptasi Kebiasaan Baru (new normal) Pandemi Covid-19. Begitu pun dengan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Pusat dan daerah sebagai badan pengawas yang mengawasi prosesi Pilkada serentak harus bekerja sangat ekstra di tengah situasi seperti ini.

Lalu bagaimana dengan Provinsi Lampung yang menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang turut melaksanakan gelaran Pilkada serentak yang meliputi 6 kabupaten dan 2 kota?

Dinamika politik yang hadir di Tanah Sang Bumi Ruwai Jurai sangat kencang, bahkan setahun sebelum dimulainya Pilkada serentak hingga Tanggal 4-6 September 2020 KPU menetapkan tahapan pendaftaran bakal pasangan calon Pilkada 2020 para kontestan telah melontarkan ide-ide dan gagasan-gagasan yang akan mereka lajsanajan jika terpilih dan menjadi kepala daerah di tempat mereka masing-masing.

Selain itu, yang juga menjadi cerita menarik dan tak kalah mendebarkan adalah prosesi partai-partai pengusung bakal calon kepala daerah; tarik ulur rekomendasi partai politik kepada setiap calon kepala daerah sebagai syarat berlayarnya sang calon dalam mengarungi samudera pemilihan kepala daerah.

Belum lagi praktik shadow state yang akan digunakan kontestan politik sebagai political sponsorships, sebab kita ketahui modal politik dalam pemilihan kepala daerah ini tidak sedikit. Modal ekonomi yang dibutuhkan calon kepala daerah tidak slalu berasal dari kantongnya sendiri, bantuan modal juga berasal dari donatur politik, salah satunya dari pengusaha.

Mengutip statemen yang dilontarkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof. Mahfud MD, “Dimana-mana, calon-calon itu 92 persen dibiayai oleh cukong dan sesudah terpilih itu melahirkan korupsi kebijakan,” kata Prof. Mahfud MD dalam seminar yang diakan oleh FH Unand baru-baru ini. Pak Menteri memang tidak mengatakan para calon yang dibiayai cukong-cukong ini juga ada di Pilkada serentak 2020, tetapi dia mengatakan kerja sama antar calon kepala daerah ini sudah pasti terjadi. Begitu pun di Lampung, tak sedikit donator politik dari perusahan besar yang mensponsori calon kepala daerah yang berlaga di kabupaten/kota di Lampung. Dan kita ketahui Lampung terkenal dengan politik gulanya.

Ibarat sebuah orkestra, sekelompok musisi dengan beragam instrumen musik, secara bersama memainkan alat musiknya masing-masing hingga menciptakan harmoni yang syahdu bagi penikmatnya, begitulah analogi sederhana saya.

Bagaimana dengan Pesta Demokrasi kita? Apakah orkestra yang ditampilkan para kontestan politik di Bumi Raden Intan ini diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan daerah, atau hanya demi kepentingan sekelompok golongan dan kaum-kaum terpilih untuk melahirkan korupsi kebijakan. (Ragil)

Ragil, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

——

Buat Kamu yang keren dan kreatif, silahkan kirim karyamu; Essay, Opini, atau Resensi, ke Email: redaksi@sementara.biz.id.