Provinsi Banten

Hikmah Di Balik Polisi Palsu Nan Ringan Tangan: Bersabar

37
×

Hikmah Di Balik Polisi Palsu Nan Ringan Tangan: Bersabar

Sebarkan artikel ini

 

Oleh Suryadi, M.Si dan Edy Sumardi Priadinata, S.I.K., M.H.

SERANG(Lampungbarometer.id) : – Ini merupakansalah satu bukti kerja profesi tak bisa digantikan oleh profesi lain. Apa lagi hanya mengaku-aku diri seorang anggota Polri, kemudian ringan memukul dan mengancam (akan) menembak orang yang dianggap tidak menyenangkan atau telah bikin jengkel dirinya,.,
Akibat mengaku anggota Polisi dan menganiaya orang maka yang terjadi kemudian?, Anggota Polisi Palsu ini masuk dalam status tersangka, ia harus berurusan dengan penyidik Polri.
Urusan jadi panjang, dan masuk ke ranah hukum. Meja hijau pun menanti digelar.

Itulah nasib Jni (41) alias Jhn. Laki-laki karyawan swasta yang mengaku anggota Polisi adalah warga Kampung Santri, Desa Curuk Barang, Cipeucang, Pandeglang, Banten.

Tak sebatas itu. Ia diadukan korban, tujuh kali memukul (menganiaya) sambil mengaku anggota Polri dan mengancam akan menembak korban, Mulyadi, seorang pemotor. Korban diam saja ketakutan, tapi diam-diam kemudian mengadukannya ke Polres Lebak, Banten.

kronologis kejadian berawal dari hal yang remeh-sehingga terasa sangat tak masuk akal dapat membuat Jni bertindak main hakim dan gelap mata.

Pagi itu korban sekitar pukul 08.00, Senin (3/5/21), ia mendorong motor yang kehabisan BBM dari Kampung Pasir Waru, Desa Mekaragung, Cibadak. Ia dibantu dua rekannya, Aji dan Romdani.

Maksudnya, akan mengisi BBM di SPBU Rumbut, Kaduagung, Cibadak, Lebak. Tapi, belum lagi sampai tujuan, sebuah minibus B2841WAC datang menyalipnya dari arah berlawanan. Mulyadi kaget dan perhatiannya tertuju kepada laki-laki yang menyetir Avanza itu.

Selang beberapa saat, Mulyadi sambil mendorong motornya sampai di SPBU yang dituju., Betapa terkejutnya Mulyadi ketika tiba-tiba mobil yang menyalipnya tadi minggir di sisi kanan depannya. Pintu mobil itu dibuka hingga mengenai bahu kirinya.

Selanjutnya, seorang laki-laki turun dari mobil tersebut dan menghampiri Mulyadi seraya berkata, “Saya dari Polda, saya tembak kepalamu!”. Yang diancam membalas, “Silakan Pak, saya orang miskin, mau ditembak juga.”

Benar saja, tapi bukan menembak apa yang dikatakannya akan tetapi Jni melayangkan tujuh pukulan kepada Mulyadi. “Empat kali mengenai wajah bagian kanan, dan tiga kali wajah bagian kiri,” ungkap korban kepada penyidik seperti juga kesaksian dua rekannya.

Tak lama kemudian peristiwa kejadian itu menjadi viral, beriringan dengan pengaduan Mulyadi kepada Polisi.

Polisi pun bertindak. Empat hari penelusuran, kemudian polisi mencokok Jni di kediamannya di Cisantri, Curug Barang, Cipeucang, Pandeglang.

Terungkap lebih jauh, Avanza yang digunakan tersangka masih atas nama orang lain warga Jakarta Barat.

Dari peristiwa tersebut dapat disimpulkan pelaku telah melakukan:
1. Mengaku anggota Polri.
2. Mengancam akan menembak korban.
3. Ringan tangan telah berkali-kali memukul korban.
4. Selain itu, patut menjadi perhatian setiap warga yang telah menjual kendaraan bermotor segera melaporkan kepada Samsat, agar masuk ke dalam data perubahan kepemilikan.

Gara-gara hal yang sesepele itu, nama Polri sempat terbawa-bawa nyaris terperosok menjadi fitnah berkepanjangan bila tersangka tak cepat ditemukan dan ditangkap.

Senjata api (senpi) milik polisi hanya akan digunakan dalam keadaan terpaksa alias darurat, “digunakan” untuk mengintimidasi. Benar bahwa, meski, dalam kasus Jni – Mulyadi, senjata api dalam logika “saya tembak” hanya gertakan belaka.

Senpi, dikatakan hanya akan digunakan polisi dalam keadaan darurat adalah apabila nyawanya betul-betul terancam atau membahayakan korban atau orang lain di sekitarnya.

Kini semua sudah terjadi. Profesi bukan sekadar pekerjaan, termasuk menjadi anggota Polri. Profesi adalah “panggilan jiwa” yang membuat penyandangnya bertahan hingga menjadi ahli.

Kekhususan atas suatu keahlian bukan untuk sekadar dibayar dengan materi, apalagi untuk sekadar gagah-gagahan.

Keahlian dari suatu profesi tak bisa digantikan oleh keahlian profesi yang berbeda. Selain keahliannya yang tidak memungkinkan untuk itu, etika dan moral yang membimbing penegakan hukum tidak membenarkan hal itu. Apalagi hukum.

Apa lagi untuk seorang karyawan swasta seperti Jni ini. Bagi setiap warga negara yang baik adalah petiklah hikmah dari peristiwa ini: intinya kita harus bersabar! ** Rudhy.