PRINSIP pembangunan masyarakat Lampung selama ini dapat dikatakan belum optimal, baik dalam pengelolaan sumber daya alam apatah lagi sumber daya manusia.
Berkaitan dengan hal itu, ada sebuah urgensi yang tertuang pada UU Nomor 5 tentang Pemajuan Kebudayaan yang berisi kebudayaan tidak hanya terbatas pada tarian atau tradisi, tetapi juga nilai karakter luhur yang diwariskan turun-temurun hingga membentuk karakter bangsa kita.
Kebudayaan telah menjadi akar dari pendidikan kita, oleh karena itu, UU Pemajuan Kebudayaan perlu menekankan pada perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan agar budaya Indonesia dapat tumbuh tangguh.
Dalam hal ini, ada sebuah urgensi yang perlu perhatian khusus para pengampu kebijakan, pembangunan infrastruktur seharusnya berintegrasi pada pembangunan karakter dan penguatan identitas masyarakatnya agar tidak kehilangan jati diri sebagai ulun Lampung; ulun Lampung sebagai sebuah komunitas masyarakat yang beradab dan berbudaya tentunya memiliki tata titi dalam kehidupan sehari-hari dan terintegrasi pula dalam pengelolaan alamnya.
Masyarakat Lampung dan pengampu kebijakan dewasa ini terjebak pada hal-hal yang bersifat simbolistik, tanpa mengetahui esensi dari simbol-simbol itu sendiri, hal tersebut di antaranya dapat kita lihat pada pergaulan generasi muda dewasa ini yang terkena dampak sangat serius dari perkembangan gadget dan globalisasi yang memiliki efek samping terhadap tumbuh kembang pola pikir mereka.
Generasi penerus ulun Lampung dewasa ini terlampau jauh melenceng dari nawa cita nenek moyangnya. Generasi muda yang diharapkan paham ideologi dan tata cara hidup yang terkonsep dalam lima falsafah hidup ulun Lampung, yaitu: Pi’il Pesenggiri, Sakai Sambayan, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dan Bejuluk Beadok, bahkan tidak mengenal sama sekali falsafah hidup nenek moyang yang sangat luhur tersebut.
Sebagaimana korelasi itu, generasi muda seharusnya menerjemahkan konsep tersebut ke dalam kehidupan sebayanya, hubungan dengan orang tua, dan juga dengan adik-adiknya. Petuah-petuah nenek moyang perlu dipahami sebagai warisan yang sakral dan kekuatan yang menjaga karakteristik ulun Lampung. Konsep-konsep ajaran nenek moyang seharusnya dijadikan metode ajar yang baik untuk para generasi muda Lampung hari ini.
Memang betul konsep-konsep ini sudah terintegrasi dalam Kurikulum Pendidikan di Provinsi Lampung yang tertuang di dalam Pergub Nomor 39 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Wajib pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, akan tetapi implementasinya belum sepenuhnya optimal dan penyajiannya perlu dikaji ulang.
Seberapa efektif kebijakan tersebut mempengaruhi pola pikir peserta didik dan pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari peserta didiknya? Perlu ada kajian lebih mendalam oleh para pengampu kebijakan sehingga konsep tersebut dapat efektif dalam pembentukan karakter generasi muda, sehingga para generasi penerus tidak kehilangan jati diri sebagai ulun Lampung itu sendiri.
Pada akhirnya tentu kita semua sebagai masyarakat Lampung perlu mengimplementasikan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan sosial bermasyarakat agar warisan nenek moyang ini bukan hanya menjadi simbol kebanggaan, tetapi juga sebagai simbol identitas bersama demi mewujudkan Lampung yang beradab dan berbudaya yang peduli dengan sesama dan alamnya, tabiik. ***
Novri Rahman, M.Pd., praktisi budaya Lampung
Tidak ada komentar