PendidikanPringsewu

FLS2N: Tokoh Pers Oyos Saroso Sebut Lomba ‘Feature’ bagi Siswa SMA Levelnya Ketinggian

439
×

FLS2N: Tokoh Pers Oyos Saroso Sebut Lomba ‘Feature’ bagi Siswa SMA Levelnya Ketinggian

Sebarkan artikel ini

Pringsewu (LB): Tokoh pers Lampung Oyos Saroso HN menilai karya para peserta tangkai lomba Karya Jurnalistik menulis feature dalam ajang Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Tingkat Kabupaten Tahun 2024 belum memenuhi standar sebagai karya feature.

Menurutnya, secara substansi lomba jurnalistik menulis feature ini tidak tepat untuk siswa SMA karena levelnya terlalu tinggi sehingga membuat mereka kesulitan.

“Karya-karya yang kami terima agak sulit disebut karya feature, levelnya masih terlalu jauh,” ucap Oyos saat menjadi juri tangkai lomba Karya jurnalistik FLS2N Kabupaten Pringsewu bersama Anton Kurniawan dan Hasanuddin, Sabtu (4/5/2024).

Selanjutnya dia mengatakan, untuk bisa menulis feature seorang jurnalis harus memiliki pengalaman yang cukup dalam menulis berita straight news. Sebab untuk feature, ujarnya, seseorang harus memiliki kemampuan menulis karya jurnalistik dalam level tertentu yang hanya bisa dicapai dengan berlatih dan rutin menulis karya jurnalistik.

Nggak bisa, seseorang tahu-tahu diminta buat feature padahal dia bukan jurnalis. Tulisan feature itu punya karakter dan tingkat kesulitan tersendiri, bahkan seorang wartawan pun belum tentu bisa buat feature. Nah ini siswa SMA? Mungkin harus ditinjau ulang. Barangkali lebih tepat jika yang dilombakan adalah membuat karya jurnalistik straight news dulu,” ucapnya.

Juri lainnya, Anton Kurniawan, juga mengungkapkan hal yang sama. Menurut Anton, dari seluruh karya yang dilombakan hanya sekitar 20 persen yang bisa dikategorikan atau mendekati karakteristik karya feature.

“Ini level lombanya terlalu tinggi, apalagi siswa SMA yang ikut lomba ini bisa jadi belum pernah mendapat bimbingan secara langsung dari para praktisi (jurnalis) tentang bagaimana menulis karya jurnalistik yang baik,” kata Anton.

“Ada baiknya pemerintah melalui Dinas Pendidikan membuat program jurnalis masuk sekolah, sehingga nantinya dengan bimbingan dari para jurnalis secara langsung para siswa yang akan mengikuti lomba karya jurnalistik bisa membuat karya jurnalistik yang lebih baik,” imbuhnya.

Sementara itu, Hasanuddin menyoroti kualitas karya para peserta menunjukkan jika selama ini rata-rata siswa SMA sangat minim pengalaman menulis karya jurnalistik.

“Saya sepakat bahwa membuat karya jurnalistik feature itu terlalu tinggi untuk adik-adik siswa SMA. Wartawan saja yang biasa menulis berita, harus belajar dan terus berlatih supaya bisa nulis feature. Nah ini, ujug-ujug nulis feature, tentu saja kualitasnya kurang maksimal,” beber Hasanuddin.

“Harus ada proses pelatihan dulu supaya guru pendamping dan siswa bisa nulis feature. Tentu saja pelatihnya harus orang yang tepat, sebab jika yang melatih adalah orang yang tidak punya pengalaman membuat feature maka juga tetap sulit. Pelatihnya harus yang punya pengalaman,” ucapnya.

Menurut Hasanuddin, untuk berlomba di level Provinsi maka siapapun yang menjadi pemenang di level kabupaten harus mendapat pelatihan dan pendampingan.

“Yang melatih harus ahlinya atau guru yang sudah mendapatkan pelatihan tentang penulisan karya jurnalistik feature,” pungkasnya. (M. Aritonang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *